LUMAJANG : Warga korban bencana awan panas guguran (APG) Gunung Semeru, secara bertahap mulai menempati hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap). Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa secara simbolis memberikan kunci rumah. Salah satu warga yang sudah menempati hunian yakni di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Lumajang.
Total ada sebanyak 130 kepala keluarga (KK) yang dipindahkan dari pengungsian untuk menghuni huntara dan huntap. Pada soft launching tersebut, Khofifah juga meninjau blok F1 dan F2 hunian yang ada dan bersapa dengan penyintas. Semua unit telah dilengkapi perabotan, pipa saluran air, listrik, dan fasilitas lainnya.
"Ini baru akan dilakukan permulaan soft launching, peresmian sementara, agar para penyintas APG Gunung Semeru dapat menempati relokasi di Bumi Semeru Damai ini," kata Khofifah, Rabu 27 April 2022.
Ketua Umum PP Muslimat NU ini mengatakan, pembangunan kawasan huntara dan huntap ini harus dikawal. Pasalnya, di lingkungan ini juga akan dibangun fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) seperti sekolah dan tempat ibadah.
"Ini harus dikawal, karena di depan ada pondasi untuk TK, SD, musala, dan panglima TNI berencana mendirikan masjid agung agar banyak fasum serta fasos untuk warga," ucapnya.
Baca juga : Satgas: Vaksinasi Covid-19 Belum Merata
Dia berharap seluruh masyarakat penyintas bisa menikmati huntara dan huntap yang telah disediakan pemerintah. Dia juga berharap masyarakat bisa segera beradaptasi dengan lingkungan baru.
"Saya harap semua bisa beradaptasi, kemudian site plan sudah didetailkan, oleh karena itu semua di antara kita terutama yang melakukan pendampingan warga saya harap dimaksimalkan," katanya.
Untuk progres pembangunan huntara dan huntap di Desa Sumbermujur ini, per 1 April 2022, sebanyak 1.696 huntara dan huntap progres pembangunan fisiknya mencapai 48 persen. Total akan dibangun sebanyak 1.951 unit huntara dan huntap di lokasi tersebut. Untuk huntara, telah dibangun rumah berukuran 4,8 m x 6 m. Sedangkan huntap berukuran 6 x 6 m.
Unit-unit hunian tersebut dibangun di atas tanah seluas 10 x 14 meter bagi setiap KK. Terdapat juga ruang serbaguna, kamar mandi, dan teras. Khusus untuk huntara, ditentukan bahwa bangunan harus melindungi dari potensi bencana angin, air, memenuhi aspek kesehatan, ramah bagi kaum rentan, berkonsep rumah tumbuh, dan setidaknya bisa bertahan hingga minimal 2 tahun.
"Banyak juga relawan dan organisasi non pemerintah yang memberi nilai tambah fasilitas pada huntara dan huntap ini. Semua ini menunjukkan betapa kuatnya semangat gotong royong masyarakat Indonesia dalam membantu sesama agar segera pulih dari dampak bencana," ujar Khofifah.
Bupati Lumajang Thoriqul Haq pun memastikan agar semua fasilitas yang diperlukan masyarakat dapat terpenuhi. "Kami memastikan agar semua keperluan dan perabot sudah ada bersama hunian. Seperti listrik, air, kompor, hingga kasur, bantal dan alat masak," pungkasnya.
(ADI)