MALANG: Tatapan kosong terpancar dari mata salah satu Aremania bernama Rusdi. Ia hanya duduk diam di pelataran toilet umum Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu siang, 12 Oktober 2022. Rasa trauma tampak membekas di benak remaja 17 tahun itu.
Rusdi merupakan salah satu Aremania- sebutan suporter Arema FC- yang menjadi saksi tragedi di Stadion Kanjuruhan, pada Sabtu malam, 1 Oktober 2022. Tiga orang kawannya menjadi korban meninggal dunia di malam itu.
Sudah 10 hari Rusdi bermalam di sekitaran Stadion Kanjuruhan. Sejak malam tragedi yang menewaskan 132 orang itu, Rusdi tak mau pulang ke rumahnya di Desa Kertosuko, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Saat didatangi Medcom.id, Rusdi sama sekali tak bergeming ketika diajak berbicara. Ia tampak linglung. Sesekali ia berkeliling area stadion dengan berjalan kaki, hingga tidur di depan pintu utama stadion dan di depan patung Kepala Singa Tegar.
BACA: Musim Tanam Datang, Pupuk Bersubsidi Menghilang
"Anak ini sering terlihat selama 10 hari terakhir. Setiap hari numpang buang air di toilet sini," kata Suhartini, 59, penjaga toilet umum di Stadion Kanjuruhan.
Identitas Rusdi awalnya diketahui dari sebuah dokumen surat tanda tamat belajar Raudlatul Athfal (RA) Sunan Ampel Probolinggo. Dokumen itu ada di dalam tas Rusdi yang beberapa kali dititipkan pada Suhartini.
Kepada Suhartini, Rusdi mengaku berangkat dari Probolinggo bersama tiga orang temannya untuk menyaksikan pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan. Namun nahas, dari empat orang remaja ini, hanya Rusdi seorang yang selamat dari tragedi.
"Anak ini cerita, dia datang ke stadion sama tiga temannya. Nah tiga orang temannya ini meninggal dunia semua. Satu orang cewek, dua orang laki laki, meninggal semua, tinggal dia sendiri," terangnya.
Rusdi sendiri awalnya mengaku telah pulang ke Probolinggo untuk mengantarkan ketiga temannya yang telah tiada. Namun pada Minggu, 2 Oktober 2022, Rusdi kembali ke Stadion Kanjuruhan dan bermalam hingga hari ini.
"Sudah saya minta agar pulang, tapi dia bersikukuh menunggu temannya. Dia enggak mau pulang, masih merasa ia bersama-teman temannya dan menunggu temannya yang meninggal itu," cerita Suhartini.
Rusdi pun juga bercerita apabila ia menjual telepon genggam miliknya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di Stadion Kanjuruhan. Ponselnya dijual seharga Rp800 ribu dan saat ini uangnya tersisa Rp 40 ribu.
"Kalau ngopi di sini saya gratiskan juga enggak mau. Alasannya kalau pulang katanya takut sama kakaknya. Dia kan anak yatim piatu juga, kasihan saya," tutur Suhartini sembari menahan tangis.
(TOM)