SURABAYA : Perbincangan fenomena laut arus balik atau dikenal rip current mencuat pasca musibah ritual maut di Pantai Payangan, Kabupaten Jember. Dalam peristiwa itu, 11 orang tewas. Lalu, apa sebenarnya rip current itu?
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan, sejatinya rip current merupakan gejala laut yang biasa dan kerap sekali terjadi. Gejala tersebut biasanya terjadi di pantai yang berhadapan langsung dengan laut luas atau dikenal samudra.
"Rip current merupakan fenomena laut biasa saja, setiap waktu dapat terjadi. Selama ada ombak yang kuat itu bisa muncul," kata Daryono.
Rip current terbentuk kala ombak di tengah samudera datang dan menerpa bibir-bibir pantai. Ombak tersebut akan menyusuri bagian-bagian sisi pantai terlebih dahulu sebelum akhirnya bertemu di tengah dan menyedot kembali ke tengah laut. Tak ayal, rip current sering terjadi pada pantai yang berbentuk busur.
Baca juga : Astaghfirullah, 11 Penyesalan Manusia setelah Mati di Alam Kubur
"Kalau ada pantai berbentuk busur, menyerupai cekungan, ombak itu akan datang dari samudera dan menerpa sisi miring dari cekungan. Kemudian yang dari sisi kiri dan kanan akan bertemu di tengah, pas arus balik dia akan menyeret ke tengah laut," kata Daryono.
"Yang penting ada kiriman ombak dari laut yang kemudian menerpa atau kemudian menyusuri. Selama mekanisme seperti itu terpenuhi, maka rip current itu terjadi," katanya.
Meski dianggap gejala laut biasa, Daryono menegaskan fenomena tersebut masih tergolong berbahaya. Sebab, fenomena itu bahkan dapat terjadi pada bibir-bibir pantai yang dalam kondisi normal ketinggian airnya hanya mencapai dengkul.
"Belum lagi biasanya pasir yang juga ikut tersedot. Misalnya kalau di pinggir pantai tinggi laut hanya sedengkul, kalau kena arus susur, tiba-tiba hilang (pasir pijakan), karena kan tersedot," katanya.
Itu sebabnya gejala laut itu berbahaya. Banyak orang yang hilang saat fenomena alam rip current. "Jadi tetap berbahaya, makanya sudah banyak orang hilang pada kejadian itu," ujarnya.
Daryono memastikan, peristiwa tersebut tak hanya terjadi di Pantai Selatan Jawa. Fenomena rip current akan selalu terjadi di pantai yang berhadapan langsung dengan samudra. "Tidak hanya di selatan Jawa, di mana-mana. Pantai yang berhadapan dengan laut luas atau samudra itu bisa timbul fenomena itu. Tapi kalau pantai yang ombaknya kecil tidak terlalu berpotensi," tuturnya.
Daryono menegaskan, rentetan catatan musibah rip current yang terus memakan korban jiwa menjadi perhatian penting. Masyarakat perlu mengenali betul mengenai mitigasi bencana rip current. Meski tidak bisa diprediksi, bisa diamati bentuk-bentuk pantai yang rawan.
"Penguatan pengetahuan mengenai bahaya arus ini dapat melakukan sosialiasi kepada petugas pantai, Tim SAR, pengelola wisata dan masyarakat setempat," katanya.
(ADI)