Polda Jawa Timur (Jatim) menolak laporan yang dilakukan oleh dua korban Tragedi Kanjuruhan pada beberapa waktu lalu. Penolakan itu sendiri dinilai telah mengabaikan perintah Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Penolakan Polda Jatim ini kontraproduktif dari upaya melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat, sekaligus mengabaikan perintah Kapolri untuk membangun kepercayaan masyarakat pada Kepolisian," ujar pengamat Kepolisian, Bambang Rukminto, saat dikonfirmasi, pada Kamis, 3 November 2022, dikutip dalam laman Media Indonesia, pada Kamis, 3 November 2022.
Menurut Bambang, alasan penolakan laporan karena asas ne bis in idem tidak bisa diterima. Asas tersebut merupakan perkara dengan objek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama yang diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum.
Sedangkan Bambang menilai bahwa kasus Tragedi Kanjuruhan masih dalam proses dan belum mendapat ketetapan hukum. Ketetapan hukum ini berupa keputusan hakim dalam persidangan.
"Di sisi lain juga bertolak belakang dengan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana," ujar Bambang.
Ia menambahkan bahwa ada dua jenis laporan yang bisa masuk ke Kepolisian. Jenis ini berupa tipe A dan B.
“Laporan model A adalah aduan yang dibuat anggota polisi yang mengalami, mengetahui, atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi. Sedangkan, laporan model B dibuat berdasarkan pengaduan dari masyarakat," jelas Bambang.
Bambang menyebut bahwa proses pidana kasus Kanjuruhan yang saat ini terjadi masuk ke Kejaksaan adalah laporan model A. Dia juga menekankan bahwa laporan model A dan B ini bisa berjalan beriringan.
"Model A rawan terjadi conflict of interest, apalagi bila menyangkut adanya keterlibatan aparat sehingga menjauh dari prinsip objektivitas dan imparsial," ungkap peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) tersebut.
Baca Juga: Tiba di Rumah, Begini Kondisi Fiki Korban Kanjuruhan Asal SidoarjoLaporan Para Korban
Laporan oleh dua korban yang diwakili Tim Advokasi Bantuan Hukum Aremania dilayangkan ke Polda Jatim pada Senin, 31 Oktober 2022. Korban yang melapor merupakan keluarga dari dua korban tewas.
Laporan tersebut kemudian ditolak dengan alasan ne bis in idem. Meski ditolak, mereka menegaskan tidak akan menyerah.
"Terkait penolakan ini kami akan melakukan langkah koordinasi dengan Kapolda atau pihak yang bisa memberikan alasan jelas pada kami. Ini tidak bisa dibenarkan karena hak masyarakat kami selaku korban ada unsur pidana harus diterima selama bukti identitas itu mendukung semua," ujar Ketua Tim Advokasi Bantuan Hukum Aremania Menggugat, Djoko Tritjahjana, pada Selasa, 1 November 2022.
Pada Sabtu, 1 Oktober 2022 malam, peristiwa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jatim ini telah menelan 135 jiwa. Kerusuhan sendiri dipicu oleh penembakan gas air mata oleh aparat usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya.
Sebanyak enam orang ditetapkan tersangka. Para tersangka itu terdiri dari tiga sipil dan tiga anggota polisi.
Tersangka dalam tragedi Kanjuruhan antara lain, Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB), Ahmad Hadian Lukita Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang, Abdul Haris Kabag Ops Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur, AKP Hasdarman Security Steward, dan Suko Sutrisno.
Tiga warga sipil dijerat Pasal 359 dan atau Pasal 360 KUHP dan atau Pasal 103 ayat (1) jo. Pasal 52 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Sedangkan, tiga anggota polisi dijerat Pasal 359 KUHP tentang (kesalahannya atau kealpaannya menyebabkan orang lain mati dan atau Pasal 360 KUHP tentang (kesalahannya atau kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat).
(UWA)