SURABAYA: Angka buang air besar sembarangan (BABS) di Surabaya tergolong masing tinggi. Jika dibiarkan, bakal menjadi serius.
Melihat kondisi itu, dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Ervin Nurhayati tergerak untuk memperkecil dampak negatis BABS dengan membantu peningkatan kualitas sanitasi.
Ervin, sapaanya, meningkatkan kualitas tersebut dengan membangun penampungan tinja untuk masyarakat di Kelurahan Keputih, Surabaya. Ervin memaparkan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tengah berupaya mewujudkan Surabaya open defecation free (ODF).
Maknanya, masyarakat kota ini secara keseluruhan tidak lagi melakukan tindakan BABS. “Keseluruhan di sini juga berarti tidak melakukan tindakan BABS secara langsung maupun tidak langsung,” ujar Ervin, dikutip dari laman ITS, Sabtu, 5 Desember 2020.
Dosen Teknik Lingkungan ITS ini mencontohkan, tindakan BABS tidak langsung ini masih banyak terjadi. Meskipun sebagian besar rumah hunian telah memiliki toilet masing-masing, namun masih banyak pipa pembuangan tinja dan urin dari kloset yang dialirkan langsung ke sungai.
“Hal tersebut menjadikannya jamban yang tidak sehat dan tergolong ke dalam kategori BABS tidak langsung,” tutur Ervin menambahkan.
Ia dan timnya memberikan bantuan berupa material dan biaya pembangunan penampungan tinja sederhana (cubluk). Ervin mengakui, meskipun cubluk yang mereka rancang masih di bawah Standar Nasional Indonesia (SNI), namun cubluk ini telah masuk kategori layak digunakan menurut World Health Organization (WHO).
“Ini sudah cukup lantaran di lokasi yang serba terbatas ini masih sulit untuk merancang cubluk sesuai SNI,” ungkapnya.
Lebih dalam lagi, Ervin menceritakan, tahap pertama dalam melancarkan upaya peningkatan kualitas sanitasi ini ialah berdiskusi dengan pengurus kelurahan setempat. Selanjutnya, ia melakukan survei kepemilikan jamban dengan sasaran utama berupa rumah hunian yang memiliki toilet tetapi tidak memiliki tangki penampungan tinja.
Ervin melanjutkan, hasil survei tersebut akan menentukan rumah hunian mana yang cocok untuk menerima bantuan. Setelah menyosialisasikan pentingnya jamban yang sehat bagi masyarakat terkait, barulah Ervin memulai proses pembangunan cubluk.
“Pembangunan dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat sekitar dan diakhiri dengan seremonial serah terima bantuan jamban sehat kepada masyarakat,” imbuhnya.
Ervin dan tim memilih Kelurahan Keputih lantaran kawasan tersebut masuk ke dalam ring satu ITS (area yang berbatasan langsung dengan ITS). Selain itu, Kelurahan Keputih merupakan wilayah dengan jumlah masalah BABS tertinggi yang berhasil ia data.
“Terhitung pada tahun 2018, sebanyak 259 keluarga di Kelurahan Keputih masih belum memiliki jamban sehat, ” kata doktor lulusan National Chiao Tung University, Taiwan tersebut.
Ervin mengungkapkan, bahwa kegiatan yang dimulai sejak 2018 tersebut telah berhasil membantu 78 hunian keluarga. Menurutnya, proyek ini tidak akan berhasil tanpa bantuan donatur, Laboratorium Teknologi Pengolahan Air Departemen Teknik Lingkungan ITS, tim mahasiswanya, serta pengurus kelurahan dan masyarakat setempat.
Meski sempat terkendala oleh eksistensi pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), kegiatan ini tetap mampu berjalan dengan lancar. Ke depan, Ervin berharap dapat melaksanakan kegiatan serupa di lokasi-lokasi berbeda yang memiliki masalah serupa.
“Dalam jangka waktu dekat, Saya harap Keputih dapat segera menjadi wilayah ODF,” pungkasnya.
(TOM)