Praperadilan JE, 4 Saksi Kompak Nyatakan Tak Pernah dengar Pancabulan di SPI

Sidang praperadilan kasus dugaan pencabulan SPI di Pengadilan Negeri Surabaya (Foto / Istimewa) Sidang praperadilan kasus dugaan pencabulan SPI di Pengadilan Negeri Surabaya (Foto / Istimewa)

SURABAYA : Sidang lanjutan praperadilan yang diajukan JE Pengurus Sekolah Menengah Atas (SMA) Selamat Pagi Indonesia (SPI) Batu atas perkara dugaan pencabulan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa 18 Januari 2022. Sidang yang diketuai Majelis Hakim Martin Ginting itu mendegar keterangan saksi pemohon.

Saksi pertama ialah Dila, alumni SMA SPI. Menurutnya, SMA SPI merupakan sekolahan yang menampung anak-anak dari seluruh Indonesia tidak membedakan suku dan agama, serta diprioritaskan untuk anak yatim-piatu. Dila merasa difitnah dengan pemberitaan dari media massa, sebab sebelumnya tak pernah ada kasus tersebut.

"Dengan adanya masalah ini membuat kami risau dan sedih selain itu orang tua wali murid juga merasa kuatir padahal sebelumnya kita baik-baik saja,"kata Dila.

Dila juga mengaku tak pernah mengetahui atau melihat adanya peristiwa pencabulan atau perbuatan yang tidak senonoh yang dilakukan JE terhadap SN, padahal Dila adalah teman sekamar SN selama sekolah di SPI.

"Saya tidak pernah melihat ataupun mendengar peristiwa tersebut selama sekitar 12 tahun di SPI," teragnya.

Ia menambahkan awalnya SN beragama Islam saat masuk SPI dan setelah lulus berganti agama Katholik tahun 2011, dan juga ia kaget saat di talkshow (2021) SN memakai Jilbab, Dan Ko Jo (JE) merupakan idola dari SN. Ko Jo sendiri bukan guru cuma kadang- kadang memberikan materi kepada murid-murid di SPI paling banyak dalam setahun 4-5 kali aja.

Baca Juga : Polda Jatim Minta Tersangka Pencabulan MSAT Kooperatif

Saksi Risna kepala sekolah SPI juga menyatakan tidak pernah mengetahui perbuatan cabul dilakukan oleh JE. Menurut Risna, JE tak pernah sendirian saat datang ke SPI dan semuanya juga terjadwal.

"Jadi saya tahu betul jadwal JE ketika datang ke SPI," terangnya.

Menurut Risna, SN ini pemberani. Harusnya dia bisa melapor jika menjadi korban pencabulan atau yang lain. Namun faktanya, selama 12 tahun tidak ada laporan atau isu tersebut. Bahkan, Sekitar September 2021, Ditjen Pendidikan memeriksa SPI, anak anak diperiksa satu persatu.

"Tetapi semuanya menyatakan tidak pernah ada isu sama sekali tentang hal ini, oleh karena itu akreditasi kami masih A diterbitkan di Desember 2021," tandas Riana.

Kemudian, saksi Sandy Fransisco, Ketua Yayasan SPI mengaku tidak pernah diperiksa di Polda Jatim. Menurutnya, sejak awal berdirinya SPI dimaksud berkomitmen hanya menerima siswa yatim piatu dan tidak mampu.

"Selama mendirikan Yayasan pada Tahun 2003 hingga 2020, tidak pernah dengar ada pencabulan yang dilakukan JE. Sedangkan pada 2011 saya mulai aktif tinggal di yayasan. Sehingg saya tidak percaya jika JE melakukan perbuatan cabul," terangnya.

Dalam kesempatan itu, saksi Sandy mengeluh terkait adanya keterangannya di Berita Acara Pemeriksaan (BAP). "Di penyidikan kepolisian saya shock lantaran, ada pertanyaan SN saya ajak ke kamar JE. Hal tersebut, membekas bagi saya dan sangat tidak masuk akal karena tidak mungkin, saya ini adik ipar JE," bebernya.

Sementara itu, Ketua KPAI Arist Merdeka Sirait mengatakan substansi tentang penetapan tersangkanya karena semua saksi atau penilaian yang dilakukan saksi-saksi dari penasehat hukum pemohon mengatakan tidak tahu.

"Semua saksi saksi pada keterangan intinya sama. Itu artinya, sudah di setting khan!, dan ini merugikan Eko Julianto sendiri karena Polda Jatim sudah memiliki 2 alat bukti atau bukti-bukti yang kuat," ungkapnya.

Lebih lanjut, dipersidangan penasehat hukum dari Polda Jatim, tidak menggunakan hak hukumnya karena karena keberatan saksi dihadirkan.


(ADI)

Berita Terkait