MALANG : Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengirimkan utusan khusus ke keluarga korban tragedi Kanjuruhan Malang. Langkah ini diambil setelah mendengar rencana autopsi korban tragedi Kanjuruhan batal. Selain itu, memastikan kabar adanya dugaan intimidasi dari sejumlah aparat kepolisian ke keluarga Devi Athok, ayah dari dua korban Kanjuruhan Malang.
"Jadi saya ditugaskan oleh Pak Menkopolhukam sebagai ketua TGIPF khusus datang ke sini tadi pagi menyaksikan rekonstruksi yang dilaksanakan di Polda, itu rekomendasi kita sudah dilaksanakan," kata Deputi V Bidang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenkopolhukam Armed Wijaya, Rabu 19 Oktober 2022.
Selain itu dia juga diminta mencari fakta mengenai rekonstruksi di Polda Jawa Timur dan pembatalan autopsi oleh keluarga korban. Khusus untuk poin kedua disebut Armed ada hal mendadak yang membuat TGIPF juga terkejut.
"Ada permasalahan rencana autopsi terhadap korban autopsi ini sudah berjalan lancar. Kemarin tahu-tahu ada pembatalan oleh keluarga," ujarnya.
Setelah mendengarkan cerita dari keluarga korban, Armed mengakui jika pembatalan autopsi ini karena ada ketidaksiapan internal keluarga dari nenek kedua korban Kanjuruhan itu.
baca juga : Update Jalur Kereta Longsor, KAI : Sudah Bisa Dilalui
"Jadi pembatalan ini lebih datang dari pihak keluarga korban sendiri, terutama dari ibu yang bersangkutan, bahwa tidak tega apabila anaknya dilakukan autopsi. Informasi lebih terkait kepada keberatan dari keluarga terutama ibunya, nggak tega sama sekali cucunya dibedah mayat, atau seperti apalah," ucapnya.
Menurutnya, informasi yang berkembang mengenai adanya anggota kepolisian yang datang ke rumah Devi Athok diklaim sebagai patroli dan memberikan perhatian khusus kepada para korban.
"Itu bersifat misalnya Kapolsek datang untuk patroli atau apa biasa, karena mungkin beliau ini salah satu korban juga, butuh perhatian dari anggota saya kira itu wajar-wajar saja," tuturnya.
Armed pun menjelaskan informasi mengenai adanya anggota kepolisian yang mempengaruhi pembuatan surat pembatalan autopsi dari pihak keluarga. Namun ketika ditelusuri hal itu tidak demikian dan lebih pada mengajarkan proses pembuatan surat pernyataan ketika pihak keluarga memutuskan membatalkan rencana autopsi.
Ia pun menegaskan bahwa keputusan permohonan autopsi merupakan hak dari keluarga yang kepolisian. Bahkan, negara sekalipun tak bisa mempengaruhi.
"Keterlibatan anggota di sini sebetulnya bukan intervensi, tapi lebih kepada saat pembuatan konsep draf pembatalan itu, dari keluarga ini tidak paham membuat caranya, sehingga ada anggota yang menuntun cara membuatnya," tuturnya.
Setelah keputusan pembatalan autopsi ini diakui Armed, teman-teman dari penyidik Polda Jawa Timur mengirimkan anggota untuk memastikan kebenaran informasi tersebut.
"Ternyata memang benar, pada saat itulah dari keluarga mohon bantuan mengkonsepkan surat pembatalan, hanya itu saja. Pada dasarnya setuju atau tidak setuju itu adalah hak keluarga," pungkasnya.
Sementara itu, kuasa hukum keluarga korban, Imam Hidayat mengatakan keluarga korban meminta waktu satu hingga dua hari untuk memberi kepastian. Ayah korban juga harus berembug dengan keluarga lainnya, sebelum memberi keputusan.
"Kami masih terus berharap opsi pilihan autopsi tetap diambil oleh pihak keluarga. Sehingga membuat terang tragedi yang tidak hanya sebuah kelalaian namun merupakan pelanggaran HAM berat ini," tandasnya.
(ADI)