SURABAYA: Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemprov Jatim, Budi Setiawan divonis 7 tahun pidana penjara dalam perkara suap bantuan keuangan (BK) khusus bidang infrastruktur Kabupaten Tulungagung yang bersumber dari APBD Jatim.
Selain itu, pada persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (24/5/2023), Budi juga dipidana denda Rp 400 juta subsider 4 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 10,5 miliar.
Apakah perkara BK Tulungagung ini akan berhenti di Budi atau KPK akan mengembangkan ke nama-nama lainnya? Diketahui, dalam persidangan muncul nama-nama penerima aliran fee, di antaranya mantan Gubernur Jatim yang kini anggota Wantimpres, Soekarwo alias Pakde Karwo dan mantan Wagub Jatim yang kini Wali Kota Pasuruan dan Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Saifullah Yusuf alias Gus Ipul.
Selain itu, dalam putusan majelis hakim ada beberapa bukti yang dikembalikan ke penyidik KPK dan berpotensi dikembangkan ke nama lain untuk mengusut tuntas penikmat fee BK Tulungagung.
BACA: Divonis 7 Tahun Penjara, Eks Kepala Bappeda Jatim Wajib Bayar Rp10,5 Miliar
“Terkait dengan adanya statemen-statemen terdakwa yang memang sudah menjadi fakta hukum juga di persidangan ini, tentu juga akan menjadi bagian dari laporan yang akan kami sampaikan. Tindak lanjutnya nanti kita serahkan bagaimana dari pimpinan, kami hanya mendalami saja. Pada pokoknya seperti itu,” kata JPU KPK, Ramaditya Virgiyansyah usai persidangan.
“Untuk setiap nama yang mucul sebagai fakta persidangan, semuanya sudah kami sampaikan. Baik dari pada saat laporan, pada saat kami membacakan tuntutan, dan nanti ada laporan juga dari hasil putusan yang dibacakan majelis hakim pada hari ini,” sambungnya.
Artinya nama Pakde Karwo yang juga menjadi saksi untuk terdakwa Budi, Gus Ipul, atau bahkan Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa yang muncul dalam persidangan dilaporkan ke pimpinan KPK?
“Ya, itu kan semua termuat di dalam surat tuntutan kami. Jadi itu kan bagian dari fakta persidangan, apa-apa yang disampaikan, meskipun itu keterangan dari terdakwa sendiri. Sampai saat ini kan hanya terdakwa yang menyampaikan bahwa aliran uang tersebut kepada yang disebut-sebut tadi. Itu nanti tetap menjadi laporan kami,” jelasnya.
Terkait ada bukti yang dikembalikan ke penyidik, JPU KPK menerangkan memang ada beberapa barang bukti dan kemungkinan nanti bisa digunakan untuk perkara lain.
“Itu sudah tertuang di surat tuntutan. Untuk rinciannya saya tidak mengingat dengan detail ya, tapi pada pokoknya ada beberapa uang tunai dan seingat saya ada berkas juga, dokumen-dokumen,” katanya.
Artinya bisa mengarah ke nama-nama lain? “Bisa jadi seperti itu, nanti tergantung dari penyidik setelah menerima laporan dari kita,” katanya.
Sebelumnya, dari fakta hukum yang terungkap di persidangan saat Budi diadili, terungkap bahwa aliran uang Rp 10,5 miliar fee 7,5% pencairan BK Tulungagung yang bersumber dari APBD Jatim Tahun Anggaran (TA) 2015-2018 tidak hanya ke Budi saat menjadi Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemprov Jatim melalui Supriyono (sekretaris) dan Toni Indrayanto (Kabid Fisik Prasarana).
Melainkan, mengalir juga ke beberapa pejabat Pemprov Jatim yang dipakai untuk biaya perjalanan umroh sebanyak 19 pejabat Pemprov Jatim bersama masing-masing istri termasuk Soekarwo dan Karsali (anggota TNI) sebagai pengawal pribadi Gubernur Soekarwo.
Nama Kepala Bappeda Jatim 2014-2016 yang saat ini menjabat Wakil Bupati Pamekasan, Fattah Jasin juga disebut karena ada barang bukti berupa uang mata asing yakni dolar Singapura dan Amerika Serikat yang sita KPK pada saat melakukan penggeledahan di rumahnya.
Namun dalam persidangan, Fattah membantah uang tersebut hasil korupsi BK Tulungagung tapi milik pribadi yang diperoleh dari beberapa usahanya.
Tak hanya itu, terungkap pula adanya aliran uang ke Khofifah dan Gus Ipul yang atas perintah Soekarwo untuk Pilgub Jatim 2018. Saat itu keduanya sedang berkontestasi secara head to head.
Sedangkan uang yang diperoleh Budi, sebagian digunakan untuk membeli di antaranya tanah di Surabaya dan Mojokerto serta apartemen di Jawa Barat yang bernilai miliran rupiah atas nama adik iparnya, Triyasmo Sugiyantoro.
Nama Pakde Karwo dan Gus Ipul menjadi perhatian dalam persidangan, terlebih dalam pledoinya Budi menyebut apa yang dilakukannya karena sudah tradisi yang tidak akan pernah hilang dan harus menjalankan perintah pimpinan yaitu Gubernur, Wagub, dan Sekdaprov Jatim.
“Saya percaya dan meyakini, siapa pun yang berada pada posisi jabatan di situ (BPKAD dan Bappeda), apakah saya atau orang lain, tradisi/kebiasaan tersebut tidak akan hilang karena harus menjalankan/mengikuti perintah pimpinan yaitu Bapak Soekarwo selaku Gubernur Jatim, Bapak Saifullah Yusuf selaku Wagub Jaim, dan Bapak Sukardi selaku Sekdaprov Jatim saat itu,” ucapnya secara teleconference.
Budi juga kembali membeberkan aliran fee BK Tulungagung tersebut saat menjabat Kepala BPKAD maupuan Kepala Bappeda Pemprov Jatim.
Yakni untuk Soekarwo selaku Gubernur Jatim sebesar Rp 1,3 miliar pada Juni 2015, lalu Rp 500 juta pada Juni 2016, dan Rp 1 miliar pada 2017. Uang diantarkan Sugeng Triyono (staf BPKAD) ke Soekarwo melalui ajudannya, Karsali.
Lalu untuk Saifullah Yusuf selaku Wagub Jatim sebesar Rp 1 miliar pada Juni 2015 dan Rp 500 juta, uang diantarkan Sugeng Triyono.
Kemudian untuk Sukardi selaku Sekdaprov Jatim sebesar Rp 150 juta pada Juni 2015, sebesar Rp 150 juta pada Juni 2016, dan Rp 200 juta pada 2018. Uang diantarkan Sugeng Triyono. Pada 2016, Budi juga memberikan bantuan dari uang fee haram untuk PON sebesar Rp 200 juta atas perintah Soekarwo.
Berikutnya pada 2017 atas permintaan Soekarwo, Budi menyerahkan sebagian dari uang fee haram ke Tim Pilgub Khofifah sebesar Rp 2,5 miliar. Uang tersebut diserahkan Toni Indrayanto kepada Fance, staf BPKAD Jatim.
Kemudian pada 2018, atas permintaan Soekarwo, Budi menyerahkan sebagian dari fee haram ke Tim Pilgub Gus Ipul sebesar Rp 2,5 miliar. Uang diserahkan Toni Indrayanto kepada ajudan Gus Ipul, yakni Satria
(TOM)