SURABAYA: Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis hukuman mati kepada dua terdakwa pengedar 43,4 kilogram sabu, Dwi Vibbi Mahendra dan Ikhsan Fatriana.
“Mengadili, menyatakan terdakwa I Dwi Vibbi Mahendra dan terdakwa II Ikhsan Fatriana telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana perantara jual beli narkotika golongan I. Menjatuhkan pidana kepada para terdakwa dengan pidana mati,” ucap Ketua Majelis Hakim, Martin Ginting saat membacakan putusan di PN Surabaya, Kamis 7 Juli 2022.
Sebelum menjatuhkan putusan, Hakim Ginting membacakan pertimbangan dalam pembacaan putusan. Berdasarkan fakta hukum, barang bukti yang dimiliki kedua tersangka merupakan kristal metamfetamin atau sabu dan termasuk jenis narkotika golongan I. Selain itu, perbuatan para terdakwa sebagai perantara jual beli narkotika terpenuhi secara hukum.
Adapun hal yang memberatkan, sambung Ginting, perbuatan kedua terdakwa bertentangan dengan program Pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana narkotika. Perbuatan terdakwa dapat merusak generasi muda Indonesia dan jumlah barang bukti narkotika oleh terdakwa sangat banyak. Sementara untuk hal yang meringankan terdakwa, nihil.
Terkait putusan tersebut, Martin Ginting yang juga mantan humas PN Surabaya ini memberi kesempatan kepada penasihat hukum terdakwa untuk mengajukan upaya hukum atas putusan Hakim.
Atas putusan ini Kuasa hukum kedua terdakwa, Adi Chrisianto mengaku akan melakukan banding atas putusan pidana mati dari Majelis Hakim.
BACA: Kabur ke Lampung Utara, Pengasuh Ponpes Cabuli Santri di Banyuwangi Ditangkap
“Kami merasa putusan itu tidak bisa diterima, karena hukuman mati sudah banyak yang digugurkan. Atas putusan itu kami akan mengajukan banding. Hal itu kami lakukan karena mengacu pada UU HAM,” pungkasnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Febrian Dirgantara dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya menuntut terdakwa Dwi Vibbi Mahendra dan Ikhsan Fatriana dengan tuntutan pidana mati.
Tuntutan itu lantaran kedua terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana dan pemufakatan jahat dalam jual beli narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Diketahui, penangkapan keduanya bermula saat para terdakwa melakukan perjalanan mengambil dan mengantar narkoba sejak 14 Desember 2021. Mereka melakukan perjalanan itu atas perintah Joko dan Zoa-Zoa yang berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang), yakni dari Bandung hingga Bandar Lampung.
Saat berada di sebuah hotel di Kota Bandar Lampung pada Selasa (11/1), petugas dari Polrestabes Surabaya berhasil menangkap keduanya. Saat dilakukan penggeledahan, polisi menemukan barang bukti 2 koper warna biru berisi 20 bungkus teh cina warna hijau berisi sabu seberat 20.673 gram dan 22 bungkus teh cina warna hijau berisi sabu 22.738 gram sehingga total sabu yang ditemukan seberat 43,4 kilogram
Sosok Hakim Ginting
Vonis hukuman mati kepada dua terdakwa pengedar narkoba tergolong langka di PN Surabaya. Dua pekan lalu, ada perkara narkoba yang ditutut hukuman mati, namun akhirnya divonis 20 tahun. Lantas, siapakah Hakim Martin Ginting yang berani mejantuhkan vonis mati ini?
Selama berdinas di PN Surabaya, Hakim Martin Ginting telah banyak mengeluarkan putusan tepat dan berani. Beberapa putusan kasus-kasus yang menarik perhatian publik dikuatkan dengan putusan kasasi di Mahkamah Agung.
Putusan perkara perdata antara Budi Said dengan PT Antam terkait sengketa emas 1,1 ton misalnya. Putusan hakim Martin yang mengabulkan gugatan Budi Said sempat dibatalkan Pengadilan Tinggi Surabaya. Di tingkat kasasi, MA menguatkan putusan Martin dengan menolak kasasi PT Antam.
Selain itu, juga ada putusan perkara pidana dengan terdakwa Hanny Layantara. Vonis Martin dikuatkan MA saat Hanny menempuh upaya kasasi dengan menjatuhkan pidana 11 tahun penjara.
(TOM)