KALIMANTAN: Burung endemik dari Kalimantan semakin beraneka ragam. Kali ini, ada dua spesies baru burung berasal dari genus Cyornis dan Zosterops telah ditemukan di Pegunungan Meratus.
Kedua burung itu ditemukan Ornitolog Birdtour Asia, James Eaton dan telah dipublikasikan dalam Journal of Ornithology. Disebutkan cyornis adalah genus burung pengicau dalam keluarga flycatcher sambar dunia lama (Muscicapidae). Genus ini terdiri dari 25 spesies, yang kebanyakan dimorfik seksualnya dapat dilihat dari perbedaan bulu dan kemungkinan juga dapat ditemukan di Filipina.
Sementara zosterops, lanjutnya, adalah genus burung pengicau yang memiliki ciri khas warna putih di matanya (kacamata). Genus ini terdiri lebih dari 100 spesies yang tersebar di wilayah Afrotropis, Indomalayan, dan Australia.
"Keanekaragaman hayati burung dan endemik Borneo sangat mengesankan, ada sekitar 50 spesies endemik yang sudah dideskripsikan. Banyak dari mereka adalah spesialis pegunungan, dengan sekitar 27 spesies adalah endemik dataran tinggi Kalimantan. Meskipun pegunungan di negara bagian Malaysia, Sabah dan Sarawak relatif lebih sering dijelajahi, sebagian besar bagian pegunungan provinsi Kalimantan di Indonesia masih jarang dikunjungi,” tuturnya.
BACA: Kenapa Harimau Berwarna Oranye? Ternyata Ini Jawabannya!
Eaton menjelaskan spesies cyornis yang baru ia temukan itu, memiliki kekerabatan yang cukup dekat dengan Sikatan Dayak Biru (Dayak Blue Flycatcher/Cyornis Montanus). Akan tetapi, sikatan yang ditemukan kali ini memiliki perbedaan morfologis yang cukup menonjol, dimana ia terdiri dari warna biru muda di bagian atas, dan sedikit warna putih dengan semburat merah muda di bagian bawah.
Adapun spesies zosterops baru yang ditemukan, kata Eaton, juga mirip dengan burung kacamata laut (Zosterops chloris). Bedanya, spesies baru ini tidak hanya terdiri dari warna lemon, akan tetapi juga dibedakan dengan bagian atas yang warnanya lebih tampak seperti zaitun, dengan bagian bawah lebih gelap.
Menurut Eaton, kedua spesies baru itu di temukan di suatu wilayah di Pegunungan Meratus, yang saat ini mulai terdegradasi oleh lanskap pertanian. Kehadirannya sebagai spesies baru kemungkinan juga dipicu oleh habitat yang semakin mengecil.
“Meskipun kedua spesies ini relatif umum di daerah terlarang Pegunungan Meratus, perubahan habitat yang terus berlanjut dan ancaman perburuan mungkin akan menjadi proses yang membahayakan bagi mereka. Oleh karena itu, kami merekomendasikan IUCN Red List status Rentan untuk dua spesies baru tersebut dengan kriteria B1 dan B2," pungkas Eaton.
(TOM)