SURABAYA: Di dunia ini, tradisi mudik hanya ada di Indonesia. Masyarakat Indonesia berbondong-bondong pergi ke kampung halamann untuk berkumpul bersama sanak-saudara saat Hari Raya Idul Fitri. Lantas dari mana asal kata mudik dan sejarahnya?
Mudik berdasarkan KBBI disinonimkan dengan pulang kampung yang merupakan kegiatan perantau atau pekerja untuk bisa kembali pulang ke kampung halamannya.
Sementara dikutip dari laman resmi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, istilah mudik merupakan singkatan dari Bahasa Jawa yaitu ‘mulih dilik atau mulih dhisek" yang artinya pulang dulu.
Namun ada juga Bahasa Betawi yang dihubungkan dengan kata Mudik yaitu ‘udik’ yang artinya kampung atau desa. Maka dari itu mudik bisa diartikan menuju udik atau menuju kampung dalam hal ini adalah pulang ke kampung halaman.
Mudik Berasal dari Bahasa Melayu "Udik"
Mudik diambil dari Bahasa Melayu yaitu udik yang artinya hulu. Dulu kala, masyarakat Melayu yang tinggal di hulu sungai sering kali bepergian ke hilir sungai menggunakan perahu atau biduk. Ketika urusannya di hilir sungai telah selesai maka akan kembali pulang menuju hulu di sore harinya.
“Berasal dari Bahasa Melayu, udik. Konteksnya pergi ke muara dan kemudian pulang kampung,” ujar Antropolog UGM Heddy Shri Ahimsa Putra, dikutip dari laman resmi UGM.
“Saat orang mulai merantau karena ada pertumbuhan di kota, kata mudik mulai dikenal dan dipertahankan hingga sekarang saat mereka kembali ke kampungnya,” imbuhnya.
Menurut Heddy, istilah mudik ini mulai dikenal luas oleh kalangan masyarakat di era tahun 1970-an silam. Yakni setelah terjadi pembangunan pusat pertumbuhan di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung serta Medan di masa orde baru.
Maka dari itu, banyak orang yang berbondong-bondong menuju ke kota melakukan urbanisasi untuk mencari peruntungan dengan menetap.
Bagi sebagian orang yang telah tinggal dan bekerja di kota dalam waktu lama pasti memiliki rasa kangen dengan kampung halaman sehingga mudik menjadi alternatif di hari raya.
(TOM)