JAKARTA : Sri Lanka gagal membayar utang untuk pertama kalinya dalam sejarah. Hal ini terjadi di tengah krisis keuangan negara itu setelah melewati 30 hari masa tenggang pembayaran bunga utang sebesar 78 juta dolar AS. Dikutip dari BBC, Gubernur Bank Sri Lanka, P Nandalal Weerasinghe menuturkan, saat ini negaranya sedang dalam kondisi "default pre-emptive".
Adapun gagal bayar terjadi ketika pemerintah tidak dapat memenuhi sebagian atau seluruh pembayaran utang mereka kepada kreditur. Menurutnya, hal ini dapat merusak reputasi suatu negara di mata investor dan membuat negara lebih sulit untuk meminjam uang yang dibutuhkan di pasar internasional. Selain itu, gagal bayar ini dapat merusak kepercayaan pada mata uang dan ekonom negaranya.
"Posisi kami sangat jelas, kami mengatakan bahwa sampai mereka datang ke restrukturisasi (utang), kami tidak akan mampu membayar," ujarnya dikutip, Minggu 22 Mei 2022.
Seperti diketahui, Sri Lanka sedang berusaha melakukan restrukturisasi utang lebih dari 50 miliar dolar AS kepada kreditur asing agar lebih mudah dikelola untuk membayar kembali. Perekonomian negara di Asia Selatan itu telah terpukul keras oleh pandemi dan kenaikan harga energi.
Baca juga : Pesan Terakhir Achmad Yurianto, Kangen Ibu Pengen Pulang
Namun, para kritikus mengatakan krisis saat ini disebabkan oleh pemerintah sebelumnya sendiri. Hal ini telah menyebabkan inflasi yang melonjak, kekurangan obat-obatan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok lainnya.
Mantan konsultan Sri Lanka untuk Asian Development Bank, Mick Moore menyebut, apa yang terjadi saat ini di negara itu bukan sedang berjuang dari dampak masalah ekonomi global. "Ini adalah krisis ekonomi yang paling disebabkan oleh manusia dan sukarela yang saya tahu," terangnya.
Dalam beberapa minggu terakhir telah terjadi aksi protes besar, bahkan terkadang disertai kekerasan terhadap Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa dan keluarganya karena krisis yang berkembang. Negara tersebut telah memulai pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) mengenai bailout dan perlu menegosiasikan kembali perjanjian utangnya dengan kreditur.
Pada hari Kamis, lembaga pemeringkat Moody's Investors Service mengatakan Sri Lanka mencapai gagal bayar obligasi internasionalnya untuk pertama kalinya. Pada hari yang sama, Fitch Ratings menurunkan penilaiannya terhadap Sri Lanka menjadi default terbatas setelah masa tenggang untuk pembayaran telah berakhir. Bulan lalu, lembaga pemeringkat kredit S&P dan Fitch memperingatkan Sri Lanka akan gagal bayar utangnya.
(ADI)