BPBD Ponorogo Salurkan Air Bersih Bagi Warga Terdampak Kekeringan

Tim BPBD saat melakukan droping air bersih ke salah satu daerah terdampak kekeringan di Ponorogo, Selasa (30/7/2024). ANTARA/HO-Prastyo Tim BPBD saat melakukan droping air bersih ke salah satu daerah terdampak kekeringan di Ponorogo, Selasa (30/7/2024). ANTARA/HO-Prastyo

Ponorogo: BPBD Ponorogo, Jawa Timur mulai menyalurkan bantuan air bersih ke berbagai daerah yang mengalami kekeringan parah dan krisis air selama beberapa pekan terakhir.

Kepala BPBD Trenggalek, Triadi Atmono, menyatakan bahwa penyaluran bantuan air bersih dilakukan berdasarkan permintaan atau pengajuan bantuan dari masing-masing pemerintah desa atau lingkungan yang terdampak kekeringan.

Salah satu daerah yang menjadi perhatian BPBD adalah Lingkungan Magersari, Dusun Sukun, Desa Sidoharjo, Kecamatan Pulung. Warga di daerah tersebut sempat menggunakan air sungai untuk kebutuhan konsumsi dan MCK di rumah masing-masing.

"Hari ini kami terjunkan sebanyak 6.000 liter air bersih untuk Lingkungan Magersari. Kami kira ini cukup untuk kebutuhan dasar satu pekan ke depan," kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Ponorogo, Agung Prasetyo dikutip dari Antara, Rabu, 31 Juli 2024.

Lingkungan Magersari adalah salah satu titik kekeringan yang saat ini tengah terjadi. Selain itu, masih ada 13 titik lainnya yang juga sedang menunggu kiriman bantuan air bersih.

BPBD Ponorogo membagi waktu dan tenaga untuk mengirim air ke berbagai wilayah di Ponorogo. Puncak kekeringan di bulan Agustus nanti, sebagian ada yang sudah mengalami kekeringan sebagian ada yang masih memiliki sumber air bersih walaupun terbatas," jelas Agung.

Nurhadi, Ketua RT setempat, mengatakan bahwa bantuan air bersih dari BPBD tersebut bagaikan oase di tengah gurun. Pasalnya, selama beberapa bulan terakhir warganya menggunakan air sungai yang tidak layak untuk kebutuhan dasar, termasuk konsumsi.

"Kalau air sungai itu zat kapurnya tinggi, ditambah warna air yang sedikit kecoklatan. Jadi bersyukur akhirnya dapat bantuan air bersih dari BPBD," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa sebenarnya di wilayahnya terdapat depo air isi ulang. Namun, warga lebih memilih menggunakan air sungai karena harga satu galon air isi ulang mencapai Rp7.000. Warga merasa keberatan dengan harga tersebut karena kondisi ekonomi mereka yang sebagian besar bekerja sebagai buruh petik daun kayu putih.

"Di sini semua kerjanya sebagai buruh petik daun, kalau harus beli air Rp7.000 per galon kan tidak mampu, keberatan," kata Nurhadi.


(SUR)

Berita Terkait