SURABAYA : Penangkapan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Itong Isnaeni Hidayat oleh Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) berbuntut panjang. Khususnya terhadap perkara yang Itong tangani yakni pembubaran PT Soyu Giri Primedika (SGP). Pembubaran PT SGP dinilai tak berdasar lantaran pemohon Achmad Prihantoyo dan Abdul Majid selaku direktur utama dan direktur bukanlah sebagai pemegang saham di SGP.
Kuasa hukum termohon Muhammad S dan Yudi yakni advocat Billy Handiwiyanto dalam jawaban permohonan nomor 2174/Pdt.P/2021/PN.Sby tertanggal 3 November 2021 ini disebutkan jika sesuai UU RI nomer 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas pada pasal 142 mengatur dengan jelas khususnya dalam hal pembubaran Perseroan Terbatas (PT).
“Kalau kita mengacu pada undang-undang PT tersebut, jelas diatur bahwa para pemohon bukanlah pihak yang berhak dan tidak mempunyai kapasitas serta kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan pembubaran perseroan,” ujar Billy, Senin 24 Januari 2022.
Ia menambahkan dalam permohonan yang diajukan pemohon juga tidak terdapat adanya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau RUPS luar biasa yang dilakukan PT SGP yang mengambil keputusan dalam hal pembubaran perseroan. Dengan kata lain permohonan pembubaran PT SGP yang diajukan para pemohon adalah tidak berdasarkan RUPS atau RUPS luar biasa.
Baca Juga : Pasca OTT KPK, Kuasa Termohon Ajukan Pergantian Hakim dan Pemeriksaan Ulang Perkara
"Maka sangat tidak masuk akal apabila hakim (sesuai rilis KPK) akan mengabulkan permohonan ini. Jelas permohonan para pemohon tidak berdasarkan hukum,” ujar Billy.
Billy juga mempertanyakan permohonan yang diajukan pemohon yang ternyata di dalam permohonan mengandung sengketa (perkara kontentiosa) yang mestinya harus diperiska dan diadili melalui gugatan perdata yang merupakan kompetensi dan wewenang dari peradilan umum yaitu Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
“Hal itu sejalan dengan yurisprudensi Mahkamah Agung Nomer 951 K/Pdt/2008 bahwa perkara kontentiosa karena menyangkut kepentingan beberapa pihak sehingga tidak bisa melalui penetapan namun harus melalui gugatan. Nah yang diajukan pemohon ini judulnya permohonan tapi isinya gugatan, ini kan jelas menyesatkan,” ujar Billy.
Karena pertimbangan itulah lanjut Billy, pihaknya memohonkan agar perkara ini diperiksa kembali karena dari awal sudah ada kesalahan prosedur. Menurut Billy, tidak elok apabila permohonan yang diajukan para pemohon ini dikabulkan karena selain pemohon tidak memiliki kompetensi, permohonan yang diajukan juga tidak berdasarkan hukum.
“Kami menjadi sangat miris apabila permohonan ini nanti tidak dilalukan pergantian hakim dan agenda sidang tetap dilanjutkan dengan putusan, “ tegasnya.
Diketahui, KPK melakukan OTT di PN Surabaya. Ada lima orang yang diamankan dalam operasi senyap tersebut, mereka adalah AP selaku Direktur Utama di PT SGP, pengacara dari AP yakni HK dan sekretarisnya D. Kemudian, hakim IIS serta Panitera Pengganti (PP) H. Dari kelima orang ini, tiga yang sudah resmi ditetapkan tersangka, mereka adalah HK, IIH dan H.
Dalam pers release KPK disebutkan jika pengacara HK melakukan suap pada Hakim IIH melalui Panitera P dengan janji permohoanan pembubaran PT SGP dikabulkan. Dalam OTT tersebut diamankan uang Rp140 juta, uang tersebut merupakan deal awal dari total yang harus disiapkan yakni Rp1,3 miliar sampai perkara ke Mahkamah Agung.
(ADI)