JAKARTA: Akibat membunuh wanita suku Dayak yang sedang hamil muda, pria asal Madura, MM (21 tahun) dikenakan sanksi adat sekitar Rp 1,8 miliar. Jika tak dibayar, seluruh warga Madura yang berada di Kutai Barat, Kalimantan Timur akan diusir.
Dalam sidang adat di Rumah adat Dayak Banuaq, Taman Budaya Sendawar, Lembaga Adat Besar Kabupaten Kutai Barat menjatuhkan sanksi adat berupa denda 4.120 antang atau guci. Nilai itu setara Rp 1,648 miliar, dengan rincian satu guci senilai Rp 400 ribu.
Selain itu, MM juga harus membayar prosesi adat kematian suku Dayak Benuaq, Mapui, dan Kenyau Kwangkai. Biaya prosesi itu senilai Rp 250 juta. Total sanksi adat yang harus dibayar MM Rp1,898 miliar.
"Kami memberi waktu enam bulan terhitung sejak hari ini untuk menyelesaikannya," kata Manar Dimansyah Gamas, Kepala Lembaga Adat Besar Kutai Barat, Selasa 9 Februari 2021.
Ancaman sanksi adat itu pun tak main-main. Jika MM tidak bisa membayar dalam kurun waktu yang telah ditetapkan, maka akan berdampak luas.
Seluruh warga asal Madura yang ada di Kutai Barat harus pergi. Warga Madura akan diusir dari Kutai Barat jika MM tidak bisa membayarkan sanksi Rp 1,898 miliar.
Pembunuhan Berencana
Tak hanya hukum adat yang didapatkan MM. Dia juga harus menjalani hukuman pidana dari kepolisian. MM dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Subsider Pasal 338 dan Pasal 351 ayat 3 dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.
Pasalnya MM dianggap melakukan pembunuhan berencana secara sadis. Dia membunuh wanita berusia 20 tahun berinisial MS , di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, Senin 1 Februari 2021. MM membunuh dalam kondisi korban hamil muda lantaran menolak diajak berhubungan intim.
Awalnya, korban hendak meminjam uang Rp 2 juta kepada pelaku, 17 Januari 2021. Namun, MM menawarkan pinjaman Rp 600 ribu pada 1 Februari 2021. Karena terdesak, MN menerima ajakan mengambil uang di kontrakan pelaku. Namun, korban ditipu karena uang yang dijanjikan tidak ada dan justru diajak bersetubuh.
"Ada keinginan dari pelaku untuk menyetubuhi korban. Pada saat itu korban menolak, sehingga pelaku merasa kecewa dan sakit hati," kata Kapolres Kutai Barat AKBP Irwan Yuli Prasetyo.
"Karena ditolak, pelaku mengambil pisau. Pelaku sudah berencana melakukan penganiayaan maupun pembunuhan terhadap korban. Itu jadi pemicu. Pada saat pelaku mengambil pisau, pelaku melakukan pengancaman. Di situ terjadi pergulatan," lanjut Irwan.
(TOM)