TULUNGAGUNG : Seorang warga di Tulungagung memiliki hobi nyeleneh dan menyeramkan. Laki-laki bernama Sutarji, warga Dusun Jeding Kulon, RT 1/1 Desa Aryojeding, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung ini mengoleksi ribuan benda antik dari keris, punden hingga keranda mayat.
Suasana seram langsung muncul begitu memasuki gerbang rumah Sutarji. Area rumah yang menghadap kebun jagung dengan ornamen-ornamen kuno telah menyambut siapa pun tamu yang hadir. Di depan rumah Sutarji, lampu menyerupai tanduk terbuat dari kayu sejumlah 7 unit dengan lampu teplok.
Gapura utama rumah terdapat dua ukiran batu ular dan tulang kepala sapi terlihat nyentrik dibandingkan rumah-rumah pada umumnya. Hiasan ini terpampang tepat di bagian tengah atas gapura pintu masuk. Bergeser ke selatan, terdapat sebuah keranda mayat yang terpasang di tepi jalan paving yang merupakan akses jalan desa setempat, sudah menyambut siapapun yang datang.
Keranda mayat lengkap dengan kain pembungkus bertuliskan Arab lafal syahadat terpasang tergantung di atap dengan bangunan rumah menyerupai gasebo. Bangunan ini tepat berdiri di atas saluran air irigasi yang juga didesain sedemikian unik dengan ukiran yang ada. Total ada lima keranda jenazah yang dimilikinya. Anda akan terkejut lantaran ada lima pintu gerbang yang dapat dimasuki saat menuju rumah Sutarji.
Baca Juga : Risih dengan Bau Tak Sedap di Dapur? Segera Bersihkan 5 Spot Ini!
Dua gerbang menuju koleksi bangunan rumah yang digunakan menampilkan koleksi benda-benda unik miliknya. Tiga gerbang lagi merupakan area masuk ke rumah utama, dalam hal ini ruang tamu dan ruang keluarga. Tetapi sebenarnya seluruh bagian rumah Sutarji ini tersambung satu sama lain dengan luas hampir 280 meter persegi.
Memasuki rumah dari sisi selatan rumahnya, keunikan rumah kian terasa. Apalagi beberapa ukiran telah menyambut, termasuk tulang kepala sapi yang menyambut di pintu masuk bagian selatan. Di dalam rumah beragam koleksi benda - benda antik dan unik. Beberapa benda seperti dokar, televisi kuno, senter, jam dinding, mesin jahit, telepon kuno, keris, alat musik kuno, wayang, perabot rumah tangga kuno, hingga punden Desa Aryojeding.
Dari sekian koleksinya yang buat bulu kuduk merinding adalah koleksi 11 helai tali pocong milik orang meninggal, helm bekas korban kecelakaan, pakaian orang yang sudah meninggal dunia, menjadi koleksinya. Sutarji mengaku ia menyukai mengoleksi benda-benda antik sejak puluhan tahun silam. Barang - barang itu ia dapat dari berbagai wilayah di Kabupaten Tulungagung dan sekitarnya.
"Banyak yang beli, kadang orang ke sini bawa barang saya beli, kalau nggak gitu dikasih info di rumahnya orang terus saya datangi saya beli, tapi ada yang nggak boleh beli. Tapi kebanyakan beli," ucapnya.
Sempat Ditolak Keluarga
Hobinya mengoleksi benda-benda antik dan berhubungan dengan kematian ini awalnya juga mendapat pertentangan dari istri dan anak-anaknya. Namun untuk merayu meyakinkan sang istri, dia mencoba membagi rumahnya. "Awalnya istri ya gak terima, lalu tak buatkan rumah tiga petak di depan itu khusus untuk istri dan anak-anak, nah yang belakang ini saya pakai untuk menyimpan benda-benda ini," tuturnya.
Tetapi lambat laun hobi Sutarji ini mendapat respon positif dari istri dan anaknya. Bahkan hingga kedua anaknya menikah dan dia mempunyai cucu, keluarganya tak lagi mempermasalahkan hobi nyelenehnya. Menurutnya, benda-benda antik yang dikoleksinya ini menjadi semacam hiburan tersendiri bagi pria dengan dua orang anak ini.
"Di rumah ini kan tinggal berdua sama istri, ya untuk hiburan saja, saya suka soalnya. Kalau anak sekarang di Surabaya yang kedua, yang pertama di Ngunut, Tulungagung," katanya.
Kini sudah ribuan koleksi benda-benda antik ia kumpulkan di rumahnya sejak puluhan tahun lalu. Bahkan dirinya mengaku telah menghabiskan uang ratusan juta untuk membeli koleksi benda-benda antik untuk museum pribadinya itu. Dari benda-benda antik yang dimiliknya Dokar menjadi yang termahal dibelinya, yakni senilai Rp10 juta.
"Dokar cikar itu termahal harganya Rp10 juta. Kalau gerobak itu ada yang Rp3 juta, ada Rp 4 juta, alat musik seperti jidor, gamelan itu juga beli semuanya. Kalau yang termurah itu kayak lumpang - lumpang tadi, itu harganya Rp100 ribuan," katanya.
Bukan Benda Cagar Budaya
Namun dia memastikan koleksi-koleksi benda antiknya itu tidak ada yang digolongkan benda cagar budaya yang dilindungi undang-undang. Sebab pernah suatu ketika ada petugas dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur yang langsung mengecek benda-benda antiknya.
"Orang BPCB pernah survei ke sini, dipastikan semua cuma benda antik. Saya nggak berani kalau cagar Budaya, patung kecil juga bahaya kalau benda cagar budaya, itu ada patung tapi patung kayu," tuturnya.
Sedangkan untuk benda-benda seperti tulang kepala sapi dan kambing ia kumpulkan dari hasilnya menyembelih hewan tersebut saat Idul Adha maupun saat aqiqah. Pengakuannya tak ada penambahan bahan pengawet pada setiap kepala sapi, kerbau, hingga kambing yang ia pampang di rumahnya.
"Tulang sapi asli bagian kepala jumlahnya ada 30, kalau kepala kambing lebih banyak. Saya itu jagal sapi kambing, kalau idul adha saya yang menyembelih. Habis dipotong dimasukkan ke kolam, dimakani ikan, dagingnya dimakani ikan, tinggal tulangnya, terus diambil, dipasang gitu saja. Nggak pakai trik khusus kayak pengawet gitu," katanya.
Sementara satu sepeda motor yang terpampang di museum pribadinya, adalah sepeda motor yang menjadi saksi hidup dirinya balapan. "Motor itu sering saya pakai untuk balapan waktu saya muda. Dulu saya itu balapan, waktu masih muda," katanya.
Pria yang juga berternak ikan gurami dan lele ini mengungkapkan, tak ada perawatan khusus bagi benda-benda antiknya. Bahkan ia juga memastikan tak ada perawatan semacam memandikan keris atau benda kuno, saat bulan maupun waktu-waktu tertentu.
"Kali yang keris ditaruh saja, nggak ada pembersihan khusus. Paling cuma dilap-lap saja. Kalau yang dari kayu, disemprot biar menjaga dari rayap. Nggak ada ritual khusus," pungkasnya.
(ADI)