Clicks: Sampai saat ini, sejumlah provinsi di Indonesia belum terbebas dari penyakit kusta. Sayangnya, banyak masayarakat yang tidak mengetahui jika dirinya mengalami kusta. Hal ini dikarenakan mereka masih belum menyadari gejala, cara penanganan, hingga penularan penyakit tersebut.
Kusta atau dikenal juga sebagai penyakit hansen merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini tumbuh dengan lambat, bahkan mungkin diperlukan waktu hingga 20 tahun untuk mengembangkan tanda-tanda infeksi. Perlu diketahui, orang yang terkena kusta bisa mengalami gangguan pada saraf, kulit, mata, hingga lapisan hidungnya.
Terdapat beberapa mitos yang beredar soal penyakit satu ini. Mulai dari kusta tidak dapat disembuhkan, kusta disebabkan oleh sesuatu yang mistis, hingga penyakit ini disebut sangat menular. Tentunya, semua hal yang disebutkan tadi tidak benar.
Baca juga: Miliki Segudang Manfaat, Yuk Mulai Konsumsi Minyak Ikan!
Ada baiknya kita lebih mengenali penyakit kusta agar tidak gampang menyerap informasi yang salah. Dilansir dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, berikut hal-hal seputar kusta yang perlu kalian ketahui.
Bagaimana cara penularan penyakit kusta?
Tidak ada yang tahu secara pasti bagaimana penyakit ini bisa menyebar di antara orang-orang. Para ilmuwan berpikir kemungkinan penularan penyakit ini terjadi ketika seseorang dengan kusta mengeluarkan droplet saat batuk atau bersin.
Berbeda dengan covid-19, seseorang dapat tertular bila memiliki kotak erat yang lama dengan penderita kusta yang tidak diobati selama berbulan-bulan. Kalian tidak bisa terinfeksi kusta dari kontak biasa dengan orang yang mengidap penyakit Hansen. Misalnya, berjabat tangan, berpelukan, duduk bersebelahan di kendaraan umum, bahkan melalui kontak seksual. Jadi, tidak benar kalau ada seseorang yang menyebutkan penyakit ini dapat menular secara cepat.
Selain yang sudah disebutkan tadi, ada beberapa faktor lainnya yang bisa meningkatkan risiko seseorang terpapar kusta. Di antaranya adalah bersentuhan dengan hewan penyebar bakteri kusta, seperti armadillo atau simpanse; menetap atau berkunjung ke kawasan endemik kusta; dan memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh.
Gejala penyakit kusta
Gejala awal kusta memang sulit untuk diidentifikasi atau tidak tampak jelas. Biasanya, gejala yang dialami mempengaruhi kulit, saraf, dan selaput lendir di dalam lubang tubuh sang penderita. Ketika bakteri lepra menginfeksi kalian, berikut gejala yang akan tampak pada kulit:
- Muncul bercak kulit yang berubah warna menjadi lebih terang dari kulit sekitarnya
- Pertumbuhan nodul pada kulit
- Kulit menjadi tebal, kaku, atau kering
- Bisul tanpa rasa sakit di telapak kaki
- Pembengkakan atau benjolan tanpa rasa sakit di wajah atau daun telinga
- Kehilangan alis atau bulu mata.
Selain tampak pada kulit, berikut gejala yang ditimbulkan oleh kerusakan saraf:
- Mati rasa pada area kulit yang terinfeksi
- Otot menjadi lemah bahkan bisa menjadi lumpuh, terutama di tangan dan kaki
- Menyebabkan masalah mata yang dapat berujung kebutaan (ketika saraf wajah terpengaruhi).
Terakhir, berikut gejala yang ditimbulkan oleh penyakit kusta pada selaput lendir:
- Hidung tersumbat
- Mimisan.
Cara mendiagnosis penyakit kusta
Orang yang terkena penyakit kusta biasanya muncul bercak-bercak pada kulit yang terlihat lebih terang warnanya ketimbang kulit normal. Terkadang, seseorang mungkin juga akan mengalami mati rasa pada area bercak-bercak tersebut sehingga tidak bisa merasakan sentuhan ringan ataupun tusukan jarum.
Untuk mendiagnosis penyakit ini, dokter akan mengambil sampel kulit kalian dengan cara dikerok. Nantinya, sampel tersebut akan dilihat di bawah mikroskop dan dites untuk mengetahui apakah seseorang itu terkena penyakit kusta atau penyakit kulit lainnya.
Bila kusta yang diderita sudah cukup parah, kemungkinan dokter akan melakukan tes pendukung lainnya. Giat tersebut dilakukan untuk mengecek apakah bakteri Mycobacterium leprae sudah menyebar ke organ lain atau belum. Contoh pemeriksaannya meliputi hitung darah lengkap, tes fungsi hari, hingga biopsi saraf.
Pengobatan penyakit kusta
Penyakit kusta dapat diobati dengan menggunakan kombinasi antibiotik. Umumnya, dua sampai tiga antibiotik akan digunakan secara bersamaan. Antibiotik yang biasa digunakan dalam pengobatan penyakit ini, antara lain rifampicin, dapsone, clofazimine, hingga ofloxacin. Di Indonesia sendiri pengobatan dilakukan dengan metode multi drug therapy (MDT).
Baca juga: Kenali 7 Pencegahan DBD, Mulai dari Menaburkan Bubuk Abate hingga Vaksinasi
Bila diperlukan, operasi juga akan dilakukan usai seseorang mengonsumsi antibiotik. Operasi bagi penderita kusta bertujuan untuk:
- Menormalkan fungsi saraf yang rusak
- Memperbaiki bentuk tubuh penderita yang cacat
- Mengembalikan fungsi anggota tubuh.
Komplikasi kusta
Bila tidak diobati, penyakit kusta akan semakin parah dan berdampak fatal. Berikut beberapa komplikasi yang mungkin dialami jika kusta terlambat ditangani:
- Mati rasa
- Glaukoma
- Kebutaan
- Disfungsi ereksi dan kemandulan pada pria
- Kerusakan bentuk wajah
- Kerusakan permanen pada bagian dalam hidung
- Cacat permanen, seperti kehilangan alis, cacat pada jari kaki, tangan, hingga hidung
- Kerusakan saraf permanen di luar otak dan saraf tulang belakang, termasuk pada lengan, tungkai kaki, dan telapak kaki.
Lalu, bagaimana cara mencegah penyakit kusta?
Dilansir dari Alodokter, belum ditemukan vaksin untuk mencegah kusta. Beberapa upaya yang bisa dilakukan agar tidak terkena penyakit ini, antara lain menghindari kontak dengan hewan pembawa bakteri kusta. Diagnosis sejak dini dan pengobatan juga merupakan langkah pencegahan yang paling baik untuk menghindari terjadinya komplikasi serta penularan yang lebih luas.
(SYI)