Berbahaya, Polda Jatim Bongkar Peredaran Regulator Elpiji Tak Ber-SNI

 Polda Jatim membongkar peredaran regulator elpiji  tidak sesuai SNI. (ft/hum) Polda Jatim membongkar peredaran regulator elpiji  tidak sesuai SNI. (ft/hum)

SURABAYA :  Sebanyak 34.913  regulator elpiji  tidak sesuai SNI (Standar Nasional Indonesia) berhasil diamankan  Unit IV Subdit I (Indagsi) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim. 

Selain itu, Polda Jatim juga menetapkan satu orang tersangka, yakni pimpinan dari PT. Cipta Orion Metal, selaku produsen regulator merk Starcam.  

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Gatot Repli Handoko mengatakan peredaran regulator yang berbahaya ini berawal saat penyidik melihat  pemberitaan salah satu media tentang pemusnahan regulator elpiji.

Dari situ, polisi melakukan penyelidikan dengan  mendatangi salah satu gudang di kawasan Margomulyo Indah dan pergudangan Mutiara blok B-30, Surabaya. 

"Selain itu juga dilakukan pengecekan di salah satu distributor yang ada di wilayah Jawa Timur," jelas Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Gatot Repli Handoko, Senin 5 April 2021. 

Hasil pemeriksaan yang dilakukan di B4T (Balai Besar Bahan dan Barang Teknik) dan  BBLM (Balai Besar Logam dan Mesin) diketahui regulator yang diperdagangkan ke masyarakat itu tidak terpenuhi unsur  produk regulator tekanan rendah. 

"Peralatan regulator ini sangat berbahaya jika dipergunakan oleh konsumen atau masyarakat," tambahnya. 

Regulator ini disita dari lima distributor dan satu produsen. Lima distributor  itu adalah PT. Jaya Gembira, PT. Paracom, CV. Satelit, CV. Utama dan CV. Adma Totalindo.  Totalnya sebanyak 34.913 ribu unit. 

Sementara itu Wadirreskrimsus Polda Jatim AKBP Zulham Efendi menjelaskan,  regulator ini jika digunakan dalam ruangan maka iakan membahayakan konsumen. Dari hasil uji,  diketahui regulator  menimbulkan bunyi dan getaran. 

" Jika ada percikan api maka bisa menyebabkan kebakaran. Harga tidak jauh berbeda dengan yang ada di lapangan, namun dari segi keselamatan jauh berbeda dengan yang ber SNI,"  ujarnya. 

Akibat perbuatannya, tersangka dikenal pasal 113 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan dan Pasal 66 UU Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun.


(TOM)

Berita Terkait