Dituding Paksa Persalinan Normal hingga Bayi Meninggal, Begini Penjelasan RSUD Jombang

RSUD Jombang mengklarifikasi terkait proses persalinan normal yang menyebabkan bayi meninggal (Foto / Metro TV) RSUD Jombang mengklarifikasi terkait proses persalinan normal yang menyebabkan bayi meninggal (Foto / Metro TV)

JOMBANG : Usai dituding memaksa lahiran normal hingga menyebabkan bayi meninggal, RSUD Jombang buka suara. Kasus ini menimpa pasangan Rohma Roudotul Janah (29) dan Yopi Widianto (26) warga Dusun Slombok, Desa Plemahan, Kecamatan Sumobito. Bahkan, bayi lahir dengan kondisi terpotong.

Kabid Pelayanan Medis dan Keperawatan (Yanmed) RSUD Jombang, dr Vidia Buana menjelaskan, berdasarkan surat rujukan Puskesmas Summobito tertulis ibu bayi dalam kondisi preeklamsia (peningkatan tekanan darah). Namun saat dilakukan pemeriksaan terhadap ibu bayi, kondisinya sehat.

Selain itu, Vidia mengaku pada saat ibu bayi datang ke rumah sakit, kondisinya bayi sudah berada di dalam dasar panggul. "Datang (ke RSUD Jombang) kepala bayi sudah dalam dasar panggul, dan kepala bayi sudah masuk, dan buktinya kepala bayi bisa lahir," ungkap Vidia pada saat jumpa pers, Senin 1 Agustus 2022.

Selain itu, kondisi pembukaan pada vagina ibu bayi sudah lengkap. Sehingga keputusan memang harus dilakukan persalinan normal. "Jika memang sebelum pembukaan lengkap itu, belum keluar maka bisa dilakukan SC (operasi caesar), tapi karena bukti bisa per vagina maka itu bisa normal," tegas Vidia.

Baca juga : Mengaku Dipaksa Lahir Normal oleh Rumah Sakit, Bayi Ibu di Jombang Meninggal

Lebih lanjut Vidia menjelaskan, kemungkinan terjadinya distorsia bahu pada saat proses persalinan itu bisa saja terjadi. Dan hal ini terjadi pada proses persalinan Rohma. "Kemungkinan itu bisa saja terjadi dan itu menimpa ibu ini ya. Sehingga terjadilah kemacetan saat melahirkan, atau distorsia bahu," bebernya.

Dalam kasus ini, pihak dokter juga sudah melakukan upaya. Namun disayangkan bayi tidak bisa tertolong. Dan langkah yang diambil oleh dokter saat itu yakni mengeluarkan bayi dengan cara memisahkan bagian tubuh, kepala dengan badannya.

"Dasarnya kondisi bayi sudah meninggal dan keselamatan ibu yang diutamakan. Dengan segala teori-teorinya, manuver-manuver juga sudah diterapkan pada bayi ini, termasuk ilmu kebidanan juga sudah diterapkan tapi tidak berhasil," ungkap Vidia.

"Ada tiga dokter loh di sini, tapi tetap gak bisa. Tetap macet. Akhirnya yang diutamakan selanjutnya adalah penyelamatan ibunya, dengan dilakukan operasi tadi (pemisahan anggota tubuh bayi), " tegasnya.

Disinggung mengapa pihak rumah sakit tidak menghiraukan permintaan Ibu Rohma yang meminta dioperasi sesuai dengan rujukan Puskesmas dan hasil konsultasi dengan dokter lainnya, Vidia mengaku pada saat datang ke rumah sakit, ibu bayi dalam kondisi sehat, tidak sesuai dengan surat rujukan.

"Kesulitan ini muncul kan setelah kepala bayi lahir. Coba kepala gak maju-maju kita akan SC," terangnya.

"Jadi kalau awal kita menuruti pasien untuk dilakukan caesar, dasar tim untuk melakukan caesar apa? Dan itu akan dipertanyakan sama tim audit," sambung Vidia.

Vidia mengaku keluarga Rohma datang ke RSUD Jombang dengan menggunakan fasilitas kesehatan KIS. Sehingga dibutuhkan indikasi jelas agar dilakukan tindakan operasi caesar.

"Ini kan pakai klaim BPJS nanti kita kan diaudit. Dan harusnya gak bisa jika atas permintaan, harus atas indikasi. Dan rujukan tidak menyebutkan adanya harus SC ya, Puskesmas hanya merujuk dengan kondisi preeklamsi. Dasar untuk SC gak ada mas, malah disalahkan nanti kita," ujar Vidia.

Vidia mengaku bahwa tindakan penanganan bayi ibu Rohma sudah dilakukan sesuai dengan SOP. "Tidak ada rujukan pro SC. Kami sudah melakukan tindakan sesuai dengan indikasi medis pasien, SOP kami begitu," pungkasnya.


(ADI)

Berita Terkait