Dalam surat itu disebutkan, Kamis Tanggal 16 Desember 2021, telah terjadi luncuran awan panas pada pukul 09:01 WIB sejauh 4,5 km dari puncak Gunung Semeru, dan terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 25 mm dan durasi 912 detik. Dan pada pukul 09:30 WIB, kembali terjadi luncuran awan panas dimana terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 17 mm dan durasi 395 detik. Namun tidak bisa diamati secara visual, karena Gunung Api Semeru tertutup kabut.
Selanjutnya pada pukul 15:42 WIB, kembali terjadi luncuran awan panas sejauh 4,5 km, dari puncak. Kejadian awan panas tersebut, terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 20 mm dan durasi 400 detik. Untuk kegempaan didominasi oleh gempa Letusan, Hembusan dan Guguran dengan jumlah gempa guguran meningkat, dalam tiga hari terakhir sebanyak 15-73 kejadian per hari dari rata-rata delapan kejadian per hari sejak tanggal 1 Desember 2021.
Gempa Vulkanik dalam dan Tremor Harmonik terjadi dalam jumlah yang tidak signifikan. Aktivitas awan panas guguran masih berpotensi terjadi dikarenakan adanya endapan aliran lava (lidah lava) dengan panjang aliran ± 2 km dari pusat erupsi. Aliran lava tersebut masih belum stabil dan berpotensi longsor terutama di bagian ujung alirannya, sehingga bisa mengakibatkan awan panas guguran. Selain berpotensi terjadi awan panas, potensi terjadinya aliran lahar juga masih tinggi, mengingat curah hujan yang cukup tinggi di Gunung Api Semeru.
Baca Juga : 16 Jenazah Teridentifikasi, 28 Korban Erupsi Semeru Diserahkan Keluarga
Hal itu didukung data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) diperkirakan musim hujan masih akan berlangsung selama 3 bulan kedepan. Secondary explosion juga berpotensi terjadi di sepanjang aliran sungai apabila luncuran awan panas yang terjadi masuk atau kontak dengan air sungai.
Sementara dalam isi surat, Eko Budi Lelono, Kepala Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral RI menyebut, kenaikan status aktivitas vulkanologi Gunung Semeru berlaku sejak Kamis 16 Desember 2021, sekitar pukul 23.00 WIB. “Kenaikan status dipicu aktivitas vulkanologi Gunung Api Semeru yang masih tinggi dan telah terjadi peningkatan jarak luncur awan panas guguran, serta aliran lava,” tulisnya.
Dengan naiknya tingkat aktivitas Gunung Api Semeru itu, masyarakat diimbau mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, dengan tidak melakukan aktivitas apapun di sektor tenggara sepanjang Besuk Kobokan, sejauh 13 km dari puncak (pusat erupsi).
Di luar jarak tersebut, masyarakat tidak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai di sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17 km dari puncak. Tidak beraktivitas dalam radius 5 Km dari kawah atau puncak Gunung Api Semeru karena rawan terhadap bahaya lontaran batu (pijar).
Mewaspadai potensi awan panas guguran (APG), guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai atau lembah yang berhulu di puncak Gunung Api Semeru. Terutama sepanjang Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat serta potensi lahar pada sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari Besuk Kobokan.
(ADI)