Suap Bantuan Keuangan Tulungagung Rp10,5 Miliar, Eks Pejabat Pemprov Jatim Dituntut 7 Tahun Penjara

Budi Setiawan mendengarkan pembacaan tuntutan/ist Budi Setiawan mendengarkan pembacaan tuntutan/ist

SURABAYA: Terdakwa dugaan suap Bantuan Keuangan (BK) Kabupaten Tulungangung, Budi Setiawan dituntut tujuh tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu 3 Mei 2023.

Selain  7 tahun penjara, mantan pejabat Pemprov Jatim ini juga dituntut membayar denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Kami menuntut agar majelis hakim Tipikor PN Surabaya menyatakan terdakwa terbukti melanggar dakwaan pasal 12 (a) UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kemudian kami juga meminta terdakwa agar dijatuhi pidana penjara selama 7 tahun dan denda 400 juta subsider 6 bulan," kata JPU KPK Andi Bernard Desman Simanjuntak.

Budi Setiawan yang pernah menjabat Kepala Badan Perencanaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jatim ini juga diharuskan mengembalikan uang sebesar Rp10,5 miliar.

BACA: Lapas Tulungagung Gagalkan Penyelundupan Sabu dalam Pasta Gigi

"Kami bebankan untuk uang pengganti Rp 10,5 miliar subsider 3 tahun penjara," ungkapnya.

KPK juga telah menyita beberapa aset yang disinyalir hasil dari korupsi selama terdakwa menjabat Kepala BPKAD dan Kepala Bappeda Jatim.

"Ada beberapa aset yang disebut dalam persidangan, kami duga hasil dari tindak pidana korupsi selama terdakwa menjabat Kepala BPKAD dan Kepala Bappeda. Ada aset berupa apartemen di Ciloto Bandung dan di Pasuruan Taman Dayu. Kita minta dirampas untuk uang pengganti," beber Bernard.

"Begitu juga barang bukti uang yang sudah diamankan dari rumah terdakwa sebesar Rp400 juta, itu juga kami minta dirampas untuk mengurangi pembayaran uang pengganti".

Apakah itu sudah cukup untuk menutup uang pengganti? "(Aset) Itu kan harga dia beli dulu dan harga sekarang beda. Nanti akan diapresial lagi untuk dilelang, jika hasil lelangnya kurang kita akan mintakan yang bersangkutan membayar lagi," tambahnya.

Sejumlah pertimbangan dibeber JPU atas tuntutan 7 Tahun penjara ini. Menurutnya, pertimbangan  dari nilai suap yang diterima d iatas Rp 10M dan perbuatan berlanjut beberapa tahun.

"Dari proses pemeriksaan sendiri terdakwa tidak menerangkan dengan tegas kemana aliran-aliran uang itu. Kalau dari terdakwa menyatakan bina lingkungan, Tapi dia tidak bisa menerangkan dengan detail, cuma menyerahkan ke Toni (saat itu) Kabid (Kepala bidang),"bebernya.

Sementara itu, dalam materi tuntutannya, jaksa mengatakan, pada tahun 2015-2018, Pemerintah Kabupaten Tulungagung menerima bantuan dari Provinsi Jatim. Program tersebut berupa Bantuan Keuangan Khusus Bidang Infrastruktur (BKK-BI) yang dananya bersumber dari APBD Jatim.

Adapun nilai bantuan yang dikucurkan sebesar Rp 130 miliar pada tahun anggaran 2015 dan sebesar Rp 30 miliar pada tahun anggaran 2017. Selain itu, bantuan sebesar Rp 79 miliar pada tahun anggaran 2018. Secara akumulasi, BKK-BI yang diterima oleh Kabupaten Tulungagung cukup besar dibandingkan 37 kabupaten dan kota lain di Jatim.

Untuk mendapatkan bantuan itu Kabupaten Tulungagung menyerahkan uang kepada Budi Setiawan yang diberikan secara bertahap dengan total nilai mencapai Rp 10,5 miliar. Jumlah itu diklaim mencapai 7-7,5 persen dari nilai bantuan yang dicairkan.

Uang tersebut berasal dari Bupati Tulungagung Syahri Mulyo yang diserahkan melalui Kepala Dinas Pekerjaan Umum Tulungagung Sutrisno dan Kepala BPKAD Tulungagung Hendrik Setyawan. Mereka telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya.

Bernard menambahkan, uang yang diperoleh terdakwa Budi Setiawan dari hasil tindak pidana korupsi digunakan antara lain untuk membeli aset pribadi berupa tanah, serta apartemen di Jawa Timur dan di Jawa Barat. Terkait hal itu, KPK telah menyita aset-aset tersebut untuk nantinya digunakan membayar kerugian negara.

Dalam materi tuntutannya, JPU KPK menyatakan tidak ada alasan pembenar terhadap perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Hal yang memberatkan, Budi dinilai tidak mendukung upaya pemerintah pusat dalam memberantas perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme. Adapun hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan terhadap keluarga.

Menanggapi tuntutan tersebut, Budi Setiawan mengatakan, pihaknya bisa memahami materi yang disampaikan oleh jaksa dengan baik. Dia juga berencana menyusun nota pembelaan atau pleidoi secara pribadi dan dengan bantuan penasihat hukum.

”Pembelaan pribadi dan pembelaan yang disusun oleh penasihat hukum,” ujar Budi dalam persidangan.

 


(TOM)

Berita Terkait