MALANG : Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) langsung melakukan sidak pasca 5 calon tenaga kerja wanita (TKW) kabur dari Balai Latihan Kerja (BLK) PT Central Karya Semesta (PT CKS) di Jalan Raya Rajasa, Bumiayu, Kota Malang beberapa hari lalu. Dari sidak ini ditemukan sejumlah pelanggaran.
“Kalau yang kami temukan saat ini jelas misalnya handphone pengakuan dari perusahaan hanya disimpan selama mereka mengikuti proses belajar. Ternyata kami temukan kasus tidak dalam kondisi belajar juga handphone ditahan. Ini kan sarana vital komunikasi. Mereka ingin komunikasi dengan keluarganya,” kata Kepala BP2MI Benny Rhamdani, Sabtu, 12 Juni 2021.
Pelanggaran lainnya berupa pemotongan gaji TKW. Untuk penempatan di Singapura para pekerja migran mendapatkan upah Rp5,5 juta. Ternyata dipotong selama 8 bulan. Per bulan dipotong Rp4,1 juta jadi mereka hanya menerima Rp1,4 juta selama 8 bulan.
“Cukup untuk apa? Yang lebih fatal dari itu adalah setiap calon pekerja yang sudah mendapatkan job di negara penempatan dia harus menandatangani perjanjian kerja dengan pihak yang mempekerjakan di situlah diatur apa yang menjadi hak-hak dan kewajiban. Beberapa diantara mereka yang sudah mendapatkan kerja sudah melakukan perjanjian tidak mendapatkan salinan fisik perjanjian kerja ini kejahatan menurut saya. Ini tidak boleh dibiarkan,” papar Benny.
BACA JUGA : Disnaker Pastikan PT CKS Tak Berizin
Sebelumnya, 5 orang calon Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal NTB, di tempat ini mencoba kabur. Mereka terpeleset karena mencoba turun dari lantai 4 setelah menjebol tralis. Lalu, bermodalkan tali yang dibuat dari sambungan selimut mereka mencoba turun. Tetapi sialnya di tengah upaya pelariannya mereka terpeleset dan jatuh. 3 orang terluka di tolong warga dan 2 lainnya selamat berhasil kabur.
“Jadi atas peristiwa lima orang yang lompat dua melarikan diri saya masih meyakini tidak mungkin kalau tidak ada sebab yang mendorong mereka terpaksa. Tidak ada orang gila yang berani melompat dari gedung dengan ketinggian 15 meter dengan risiko mati. Resiko celaka cacat fisik,” tambahnya.
“Kemudian juga pengakuan dari pihak perusahaan mereka tidak ada yang mengetahui (5 orang kabur). Juga ada yang meninggal tadi katanya meninggal di Rumah Sakit. Oke, Tapi mengapa ada upaya untuk menutup-nutupi tadi kompak loh. CPMI (calon pekerja migran Indonesia) yang lain mengatakan tidak tahu. Tidak mungkin,” imbuhnya.
Untuk 3 orang yang terluka masing-masing berinisial BI (24 tahun), warga Kecamatan Masbagik, Lombok Timur. Lalu korban kedua berinisial F (24 tahun), warga Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah dan berinisial M (32 tahun), warga Sumbawa. Sementara untuk korban yang selamat berinisial K dan S.
“Mereka (TKW) menyumbang devisa negara Rp159,6 triliun semua aparatur negara maupun perusahaan yang mencari untung pada pekerja migran harus memberikan perlakuan hormat. Tidak hanya sekadar fasilitas, tidak sekedar pelayanan tapi perlakuan hormat kepada PMI (pekerja migran Indonesia) itu menjadi wajib hukumnya,” pungkasnya.
(ADI)