Hebat, Siswa MAN 2 Kota Kediri Buat Alat Pendeteksi Diabetes Lewat Air Liur

Siswa MAN 2 Kota Kediri, kelas 11, Bayu Cahyo Bintoro dan Intan Asmi Sahari. DOK Kemenag Siswa MAN 2 Kota Kediri, kelas 11, Bayu Cahyo Bintoro dan Intan Asmi Sahari. DOK Kemenag

JAKARTA: Dua siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kota Kediri, kelas 11, Bayu Cahyo Bintoro dan Intan Asmi Sahari tampil dalam Grand Final Madrasah Young Researchers Supercamp (Myres) di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Timur, 9-13 Oktober 2022

Di Grand Final yang diikuti  36 tim dari berbagai madrasah tingkat Tsanawiyah dan Aliyah, MAN 2 Kota Kediri mempresentasikan hasil riset dengan judul Pendeteksi Kadar C Reaktif Protein Saliva pada Pasien DMT 2 dalam Penentuan Derajat Komplikatif berbasis Machine Learning.  Riset ini berawal dari fenomena tingginya potensi manusia terkena Diabetus Melitus Tipe 2 atau DMT 2.

Biasanya, untuk mengetahui kadar gula darah penderita DMT 2 digunakan metode Elisa, metode konvensional untuk mendapatkan C-Reactive Protein (CRP) pada pasien DMT 2 dengan mengambil sampel darah pasien. Hal ini sudah umum di rumah sakit. Sayangnya, metode ini kadang bisa membuat pasien trauma dan biayanya terhitung mahal.

BACA: 2 Mahasiswa Unair Diundang ke Markas FBI, Bongkar Pemalsuan Website

"Kami ingin melakukan adaptasi atas proses tersebut. Sehingga, kami membuat prototipe alat yang bernama CRP Strip. Alat ini digunakan untuk mengukur kadar CRP pasien DMT 2, tidak dengan mengambil darahnya, tetapi dengan mengambil air liur (saliva) yang dicampuri dengan silk febrion," jelas Intan dan Bayu dikutip dari laman kemenag.go.id, Jumat, 14 Oktober 2022.

Silk febrion berasal dari kepompong ulat sutera yang diproses kimiawi di laboratorium. Sehingga bisa berfungsi menstabilkan suhu sativa (air liur) sebagaimana yang terjadi pada metode Elisa.

CRP Strip dan Silk Febrion sudah mendapatkan izin atau etica clearance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan  Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya.

“Dengan bekal etica clearance tesebut, kami bisa melakukan tahap berikutnya, yakni menentukan pasien DMT 2 untuk mengambil sample air liur dan pasien yang normal yang belum terkena penyakit DMT 2,” tutur Intan.

Bayu menyebut SRP-Strip akan dikembangkan dengan berbasis digital machine learning. Dengan aplikasi ini, pasien akan mengetahui kadar gula darah dan mendapatkan informasi terkait hal-hal yang mesti dilakukan selanjutnya.

Penelitian Intan dan Bayu mendapat sambutan baik dari anggota etica clearance dan juga pembimbing Myres yakni  Safitri Indah Masithah.

“Kami belum menghitung biaya pembuatan alat ini. Untuk CRP-Strip dimungkinkan sangat murah. Bahannya mudah didapat dan masyarakat sudah familiar, yakni kertas filter, kertas foto, dan kertas karton. Untuk alat dan aplikasi digitalnya masih kita kembangkan dan belum tahu prediksi biayanya,” ungkap Intan.

Keduanya menegaskan alat ini sangat simple dan mudah dilakukan secara mandiri tanpa bantuan orang lain ataupun tanpa harus ke rumah sakit.

 


(TOM)

Berita Terkait