PACITAN: Penemuan gunung bawah laut di Pacitan, Jawa Timur, membuat sejumlah pihak khawatir dengan potensi bencana gempa dan tsunami di wilayah selatan Jawa. Benarkah berbahaya?
Selama ini, pesisir selatan Jawa dikenal sebagai salah satu area yang berpotensi terkena gempa dan tsunami. Temuan gunung bawah laut di Pacitan, Jawa Timur, belakangan ini menambah kekhawatiran banyak orang akan potensi bencana di wilayah tersebut.
Menurut keterangan pihak yang menemukan gunung bawah laut tersebut yaitu Badan Informasi Geospasial (BIG), gunung tersebut memiliki ketinggian 2.300 meter jika dihitung dari dasar laut. BIG juga mengaku sudah melaporkan hal ini ke Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji.
Kabar ini juga sampai ke telinga para ahli di seantero negeri. Salah satunya adalah pakar geologi dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) Profesor Amin Widodo. Terkait dengan apakah gunung tersebut berbahaya atau tidak, Prof Amin ternyata nggak bisa berspekulasi.
“Kalau pengin tahu (berbahaya atau tidak), ya ke sana langsung untuk melakukan penelitian,” saran Profesor Amin Minggu (12/2/2023).
BACA: 4 Orang Tewas Akibat Ledakan Dahysat di Blitar
Meski begitu, dia juga tidak memungkiri jika keberadaan gunung api tersebut semakin meningkatkan risiko tsunami besar di wilayah Pacitan dan sekitarnya.
“Bahayanya ya kalau ada gempa terus gunung bawah laut longsor. Longsor itu bisa menyebabkan tsunami,” lanjutnya.
Omong-omong, tsunami yang disebabkan oleh longsor di dasar laut sangat mengerikan karena biasanya nggak menimbulkan tanda-tanda terlebih dahulu. Sebagai contoh, saat gempa dan tsunami menerjang Palu dan Donggala pada 28 September 2018, terjadi tsunami dengan ketinggian 6 sampai 11 meter yang disebabkan oleh longsornya sedimen dalam laut sekitar 200-300 meter. Sedimen tersebut longsor setelah terkena guncangan gempa dengan kekuatan 7,4 M.
Hal inilah yang membuat tsunami di Palu muncul nggak sampai 10 menit usai gempa muncul. Waktu yang sangat sedikit tersebut membuat banyak orang yang masih disibukkan dengan dampak gempa dan likuifasi tanah tidak sempat menyelamatkan diri.
Lantas, bagaimana bisa sih kok tiba-tiba ada temuan gunung di dasar laut perairan Pacitan? Profesor Amin menyebut gunung tersebut muncul bukan disebabkan oleh efek seringnya gempa muncul di Samudera Hindia. Dugaan paling kuat, gunung ini muncul sebagai dampak dari tumbukan lempeng Indo-Australia. Meski begitu, harus ada penelitian lebih lanjut untuk memastikannya.
Pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pacitan menyebut aktivitas gunung tersebut masih diteliti. Sejauh ini, baru diketahui bahwa diameter gunung tersebut adalah 10 kilometer dengan kedalaman 3-4 kilometer di bawah permukaan air laut.
Penjelasan BPBD Pacitan
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pacitan Jawa Timur Erwin Andriatmoko mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir apalagi panik dengan informasi temuan gunung bawah laut di perairan setempat.
"Gunung itu betul ada, akan tetapi tidak ada kaitannya dengan aktivitas kegempaan yang terjadi di wilayah Pacitan selama ini. Jadi (sebaiknya) masyarakat tidak perlu khawatir," kata Erwin di Pacitan, Senin.
Hal itu ditekankan Erwin menyusul viralnya berita temuan gunung bawah laut yang ada di kedalaman 3-4 kilometer di bawah permukaan laut, 200 kilometer barat daya Kota Pacitan.
BACA: Berdalih Pakan Ayam Sabung, Pria Bangkalan Tanam Ganja di Pot Hias
Ia menegaskan, gunung yang diidentifikasi Badan Informasi Geospasial (BIG) memiliki ketinggian sekitar 2.300 meter dari dasar laut itu sudah ada sejak lama, namun keberadaannya baru diketahui akhir-akhir ini.
"Tidak pernah ada dalam sejarah kemunculan gunung, apalagi gunung sebesar itu dengan tiba-tiba. Dalam artian sekali proses gempa. Berarti gunung itu sudah lama ada cuma baru terdeskripsi atau baru ditemukan," terangnya.
Dengan logika dasar itu, Erwin memastikan tidak ada kaitan antara keberadaan gunung bawah laut itu dengan aktivitas kegempaan yang kerap terjadi dan dirasakan di wilayah Pacitan.
Erwin mengaku juga sudah berkoordinasi dengan pejabat/petugas di BIG yang khusus menangani masalah pergunungan.
Dan dari hasil diskusi via telepon saat itu, Erwin berkesimpulan bahwa terbentuknya gunung bawah laut di barat daya Kabupaten Pacitan itu terbentuk akibat tumbukan dua lempeng bumi yang terjadi sejak berjuta tahun lalu.
"Gunung itu terbentuk karena aktivitas lipatan lempeng. Sama seperti Gunung Jaya Wijaya, Gunung Everest. Everest itu kalau dilihat dari sejarahnya itu dulu lautan, sekarang menjadi gunung tertinggi di dunia. Jadi sama saja, bahwa itu terbentuk karena proses alam lipatan yang terjadi sejak berjuta-juta tahun lalu, sehingga terbentuklah gunung seperti itu," paparnya.
Terkait ancaman dampak keberadaan gunung bawah laut di perairan Pacitan, Erwin mengatakan itu sebagai problematika tersendiri. Pasalnya, sampai saat ini ia menyebut belum ada teknologi yang bisa memantau aktivitas vulkanologi sedalam lebih dari 500 meter di bawah permukaan laut.
"Itu menjadi kesulitan tersendiri. Jadi tidak bisa dipantau aktivitas vulkanologinya. (sampai saat ini) yang bisa itu seperti gunung di Sulawesi Utara, itupun tidak bisa maksimal. Karena alat tidak bisa berfungsi sempurna. Hanya di Sulawesi Utara itu aktivitas vulkanologi (bawah laut) bisa diidentifikasi dari peningkatan gelembung di seputaran gunung serta fenomena kematian ikan dalam jumlah masif," lanjutnya.
Untuk itu, Erwin sekali lagi mengimbau warga untuk tidak resah apalagi panik berlebihan. Sebab menurut dia, dalam sejarah kevulkanologian di Indonesia maupun di dunia, tidak pernah ada (aktivitas vulkanologi) gunung berapi yang bisa mengakibatkan gempa bumi yang memicu tsunami kecuali di Tonga, sekitaran Kepulauan Fiji.
"Gunung Tonga itu beraktivitas karena gunungnya besar, sehingga mengakibatkan gempa yang besar (dan memicu tsunami)," katanya.
Erwin menambahkan, saat ini yang perlu diwaspadai adalah potensi aktivitas tektonik dari lempeng bumi yang selama ini menjadi pembentuk gunung.
"Jadi yang perlu kita waspadai bukan aktivitas vulkanologi dari gunung itu, jika itu memang gunung api, Cuma sampai saat ini kan kita belum mendapat kepastian apakah itu gunung api atau bukan. Tapi kalaupun itu gunung api kita sebaiknya lebih mewaspadai potensi aktivitas lempeng bumi di pesisir selatan, karena yang bisa mengakibatkan tsunami hanya itu," katanya.
(TOM)