SURABAYA : Nathania sukses mengharumkan nama Indonesia di Taiwan International Science Fair (TIFS) 2023. Siswa kelas 12 SMAN 5 Surabaya ini memperoleh juara 1 kategori Medical and Health Science. Dia meneliti Silver Moringa yang berbahan ekstra kelor untuk melawan bakteri salmonela penyebab tifus.
Nathania mengatakan ekstra kelor ini juga akan dikembangkan untuk melawan MRSA. Itu merupakan bakteri patogen yang sangat mematikan. Karena menyebabkan infeksi, sepsis hingga kematian.
“MRSA merupakan bakteri patogen yang sangat mematikan, bakteri ini muncul karena penggunaan antibiotik berlebihan di ruang ICU,” katanya, Rabu 15 Februari 2023.
Dia mengatakan sebenarnya sudah ada obat untuk melawan bakteri ini, namun harganya cukup mahal. Satu tabletnya Rp 1,4 juta. Tentu ini akan lebih berat lagi bagi pasien.
baca juga : Sosok dr. Uyik Unari Founder Eyelink, Berantas Kebutaan 11 Ribu Warga
“Untuk itu, saya teliti ekstra kelor ini didukung dengan berbagai jurnal bahwa ditemukan Kandungan flavonoid, saponin dan alkoloid pada ekstrak kelor untuk melawan MRSA,” terangnya
Dari ekstrak kelor ini kemudian disentesis dengan nano partikel perak yang menjadi agen anti bakteri terhadap MRSA. Penelitian ini kemudian berhasil dan diaplikasikan ke kain sisal.
“Bermodal ini saya mengikuti TIFS. Banyak yang bilang berat dan belum ada yang menang. Tapi saya hanya lakukan yang terbaik, tidak menargetkam menang kerja keras dan mengumpulkan banyak data yang saya bisa, mengambil scaning electron mikroskop, finalisasi dan berangkat. Saat saya jelaskan ke juri saya bersyukur mereka menerima penjelasan saya,” jelas dia.
Meski berjalan cukup lancar, namun Nathania sempat dibuat panik karena electron mikroskop yang dibutuhkannya hanya dimiliki Universitas Negeri Malang (UM). Tim Indonesia bahkan sempat meminta Nathania menyerah untuk membawa hasil data bacteri dari electron mikroskop.
Namun, semangatnya tak berhenti disana. Ia bahkan nekat berangkat ke Malang dalam waktu yang cukup mepet dengan keberangkatan kompetisi. “Saya nekat waktu itu. Jam 4 sore sudah tutup laboratoriumnya. Jam 2 berangkat dari Surabaya. Selama perjalanan udah saya pasrah, pokoknya ada usaha. Puji syukur masih bisa kekejar,”ceritanya.
Menurut Nathania, setidaknya butuh waktu 3 bulan hingga hasil peneltian kemudian diaplikasikan pada baju antibacterial yang berbahan kain sisal. Dipilihnya daun kelor sebagai dasar penelitian di bidang kesehatan lantaran tak banyak dilirik masyarakat.
“Padahal banyak manfaat yang dimiliki daun kelor. Diantaranya mengobati sifilis, masalah gigi dan diare,” pungkasnya.
(ADI)