MALANG : Meski mengalami patah kaki dan sebagian wajah melepuh, namun Nur Saguwanto (19) bersukur masih selamat. Pemuda asal Desa Tegalsari, Kecamatan Kepanjen itu merupakan satu dari ratusan korban tragedi Kanjuruhan. Hingga kini dia masih trauma dengan kejadian malam itu.
Ditemui di rumahnya, Nur mencoba mengigat kembali peristiwa yang menewaskan 131 orang itu. Dia pun mulai menceritakan apa yang ia alami saat itu. Meski sudah mencoba mengigat, namun hanya sedikit yang ia bisa ceritakan.
"Saat kejadian saya ada di tribun 11. Ketika itu sudah ada yang turun ke lapangan usai pertandingan bubar. Tiba-tiba ada tembakan gas air mata di tempat saya duduk. Setelah itu saya nggak ingat lagi," kata Saguwanto, Kamis 6 Oktober 2022.
Nur pingsan. Orang mulai panik hingga ia terinjak-injak. Dia mengalami patah pergelangan kaki dan luka di sekujur tubuh. Kondisinya cukup memprihatinkan. Kedua matanya kini bengkak, bagian wajahnya juga melepuh seperti ada sisa gas air mata. Bahkan ia mengaku masih sesak dan berat saat bernapas hingga kini.
Nur mengaku datang melihat pertandingan Arema melawan Persebaya dengan kawannya yang selamat. "Kata teman, saya pingsan. Saya baru sadar ketika hari Minggu 2 Oktober 2022. Tahu-tahu saya sudah ada di RSUD Kanjuruhan, Kepanjen. Saya sempat nelpon keluarga, tapi nggak bisa melihat hape karena pandangan mata kabur. Pusing," tuturnya.
baca juga : Aktifis HAM : Ada Dugaan Pelangggaran Berat di Tragedi Kanjuruhan
Dalam kondisi sendirian tergeletak dirumah sakit, Nur hanya bisa menangis. Dia melihat bagaimana banyak orang-orang hilir mudik, banyak orang tak bernyawa tergeletak. Sedangkan beberapa orang yang luka termasuk dirinya hanya tergeletak di lantai karena minimnya kasur perawatan.
"Suasana di rumah sakit ketika itu penuh korban luka. Saya cuma menangis saja, baru berhenti menangis ketika bertemu keluarganya," kata alumnus SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi itu.
Belum Dapat Bantuan, Terpaksa Utang untuk Biaya Pengobatan
Meski menjadi korban Tragedi Kanjuruhan, namun hingga kini Nur Saguwanto belum memperoleh bantuan. Bahkan, keluarga terpaksa berhutang untuk pengobatannya.
"Kalau biaya waktu perawatan di rumah sakit gratis. Karena dipulangkan, ya mau nggak mau saya cari hutangan sendiri. Sudah habis Rp 750 ribu hari ini. Ayahnya juga masih mencari hutangan lagi," kata ibu korban, Dewi Fitri (38).
Hal itu ia lakukan agar anaknya bisa dirawat di rumah. Hal itu dikarenakan ruangan tempat perawatan penuh sesak. Meski kondisinya cukup parah, setelah mendapatkan perawatan, Saguwanto akhirnya dipulangkan ke rumah oleh pihak rumah sakit. Tetapi ia memastikan selama berada di rumah sakit, biaya perawatan anaknya memang digratiskan.
"Akhirnya anak saya dipulangkan. Saya bawa ke rumah, manggil bidan desa untuk membantu memasangkan infus dan merawat langsung," ujarnya.
Dwi mengaku sempat panik saat menerima kabar pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya banyak menelan korban. Ia pun lantas bergegas ke sejumlah rumah sakit mencari anaknya. "Kami semua panik, karena anak saya dicari ke semua rumah sakit tidak ada. Baru Minggu pagi anak saya ketemu," katanya.
Sementara itu, ayah korban Mahfud berharap berharap anaknya bisa kembali sembuh pasca menjadi korban tragedi Kanjuruhan. Dia juga berharap bisa mendapat bantuan dari pemerintah untuk pengobatan anaknya. Sebab hingga saat ini keluarga miskin ini belum dapat bantuan.
"Kalau bantuan sampai hari ini belum dapat bantuan. Kita rawat anak kami semampunya di rumah, waktu pertama kejadian kondisinya mengenaskan mas, matanya bengkak merah, lebah dan melepuh," tandasnya.
(ADI)