JAKARTA: Fenomena happy hypoxia akibat virus korona (covid-19) terjadi di Indonesia. Happy hypoxia merupakan kondisi saat tubuh kekurangan oksigen namun otak tidak merespons. Jika dibiarkan bisa berujung kematian.
“Happy hypoxia tidak terdapat pada OTG (orang tanpa gejala), tapi pada orang bergejala (covid-19),” kata dokter spesialis paru, Erlina Burhan, di Gedung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta Timur, Rabu, 16 September 2020.
Dijelaskan Erlina, kadar oksigen normal pada manusia sebesar 95 hingga 100 persen. Otak akan memerintahkan tubuh mengambil oksigen sebanyak-banyaknya bila oksigen di bawah 95 persen. Salah satunya, bernapas dengan cepat sehingga terjadi sesak napas.
Namun pada kasus happy hypoxia, kata Erlina, tidak menyebabkan seseorang sesak napas. Sebab ada kerusakan saraf yang mengantar sensor sesak ke otak sehingga otak tidak merespons.
“Gejalanya harus diwaspadai. Kalau happy hypoxia terjadi cukup lama, kesadaran pasien menurun dan fatal akibatnya,” tuturnya
Gejala happy hypoxia yakni batuk terus-menerus dan kondisi tubuh melemah. Masyarakat juga bisa mendeteksi berdasarkan warna bibir dan ujung jari.
“Kalau warna bibir atau ujung jari membiru artinya saturasi oksigen menurun,” ujar Erlina.
Erlina mengingatkan bila sudah ada tanda-tanda seperti itu sebaiknya segera ke rumah sakit. Sebab, satu-satunya pengobatan happy hypoxia ialah memasukkan oksigen ke dalam tubuh.
“Jangan tunggu sesak, karena happy hypoxia tidak ada sesak.Jangan sampai terlambat,” tandasnya.
(TOM)