Lokasi Asli Desa Penari Terungkap, Ini Sejarah Rowo Bayu Banyuwangi

Film KKN di Desa Penari/ist Film KKN di Desa Penari/ist

CLICKS.ID: Teka-teki di mana lokasi asli film "KKN di Desa Penari" akhirnya terungkap lewat akun instagram Menteri BUMN Erick Thohir. Desa menyeramkan itu adalah Rowo Bayu Banyuwangi, Jawa Timur.  

Erick Thohir sempat berbincang-bincang dengan Sudirman yang disebut sebagai pengelola dan penjaga Rowo Bayu Banyuwangi. Dalam video yang diunggah ke media sosial, Erick Thohir menanyakan kisah nyata dari film KKN di Desa Penari.

"Jadi ini true story ya? Bukan hanya mitologi dan dongeng ya, Pak?" tanya Erick Thohir.

"Cerita Desa Penari berangkat dari KKN 2008. Itu ada enam mahasiswa dari Surabaya," Sudirman mulai bercerita.

Sudirman kemudian bercerita panjang mengenai kisah yang disebut terjadi di dunia nyata dan sudah disaksikan lebih dari 6,2 juta orang di bioskop Indonesia.

BACA: Hukum Bunuh Diri dalam Kacamata Islam

"Nah, dalam studi kasusnya, dua remaja itu ada ikatan asmara. Sehingga, dalam menjelajah itu mereka tidak di situs tapi keluar dari situs, agak ke Utara-nya. Di situ ketemu dengan seseorang, dan diajak mampir ke rumahnya," cerita Sudirman.

"Sampai di rumahnya, mereka diberi suguhan, dijamu, diberi makanan, dan lain lain. Dan kemudian mahasiswa itu bertanya ini desa apa. Orang tersebut menjawab, Ini desa Penari,'" lanjut Sudirman.

Sudirman kemudian menceritakan dua remaja tersebut sempat diberi bingkisan ketika hendak kembali ke Rowo Bayu. Bingkisan itu terbungkus rapi dengan kertas koran dan kemudian dibawa pulang.

Namun, situasi menjadi menyeramkan ketika dua mahasiswa tersebut tiba di tempat KKN dan bertemu teman-temannya.

"Langsung ke tempat wisata Rowo Bayu, di bawah tiang bendera itu ada bundaran, bangunan, teman temannya sudah di situ. Cerita lah mahasiswa itu ke teman-temannya kalau mereka dari atas dan di situ ada desa, namanya Desa Penari," cerita Sudirman.

"Protes lah teman-temannya,'Enggak mungkin, enggak desa di atas.'"

Tak terima dengan protes itu, kata Sudirman, dua remaja tersebut menunjukkan bungkusan 'oleh-oleh' dari Desa Penari. Namun, bungkusan itu sudah berubah. Tidak lagi terbungkus kertas koran, tapi berubah daun talas. Isinya mengerikan, kepala kera yang baru dipotong.

Mahasiwa pria pembawa bingkisan langsung pisan. Seminggu kemudian meninggal. "Ini nyata pak bukan fiksi, semuanya tercatat, " ujarnya.

Sejarah Rowo Bayu Banyuwangi

Sejarah Rowo Bayu Banyuwangi berkaitan dengan sejarah Prabu Tawang Alun, salah satu Raja Kerajaan Blambangan termasyhur.
Dirangkum dari laman Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur, pada 1767 ketika ekspedisi militer VOC datang ke Blambangan untuk membantu kerajaan ini melepaskan diri dari pengaruh kerajaan-kerajaan di Bali. Hanya dalam sebulan, pasukan VOC mengalahkan pasukan Bali pada Februari 1867.

Namun, ketenangan rakyat terusik empat bulan kemudian setelah Wong Agung Wilis, saudara tiri Pangeran Adipati Danuningrat (1736-1764), melakukan pemberontakan.

Pasukan VOC mampu mengalahkan Wilis dalam tempo setahun dan menunjuk keluarga bupati Surabaya menjadi bupati Blambangan tahun 1771 untuk program Jawanisasi dan Islamisasi di Blambangan guna memutus pertalian Blambangan dengan Bali.

Baca Juga: Jadwal dan Prediksi One Piece 1050, Luffy Diburu Pasukan Elit Pemerintah Dunia

Tapi, rakyat Blambangan tidak suka sehingga muncul pemberontakan yang dipimpin Jagapati yang mendirikan benteng di Desa Bayu. Berbekal bantuan Kerajaan Mengwi, Jagapati mengalahkan pasukan VOC dalam pertempuran besar pada 18 Desember 1771.

Kematian pimpinan VOC, Vaandrig Schaar dan Cornet Tinne dalam pertempuran itu membuat Belanda marah. Setahun kemudian, VOC mendatangkan ribuan prajurit tambahan dari Madura, Surabaya, dan Besuki.

VOC lalu mendirikan benteng di Desa Bayu dan membakar lumbung-lumbung padi milik pasukan Jagapati hingga merebak kelaparan. Dalam kondisi kesulitan inilah pasukan Jagapati diserang habis-habisan oleh tentara Belanda.

Pertempuan di Desa Bayu ini dikenal dengan Puputan Bayu atau perang habis-habisan dalam istilah Bali. Kekalahan pasukan Jagapati membuat populasi rakyat Blambangan menyusut drastis dari 80.000 jiwa menjadi 8.000 jiwa.

Menurut sejarawan Universitas Gajah Mada, Sri Margana, Puputan Bayu pada 11 Oktober 1772 ini dikenal sebagai salah satu perang yang paling sadis di Indonesia. Pasukan VOC memenggal kepala pasukan Jagapati dan menggantung di pepohonan di sekitar Rawa Bayu.

Untuk mengenang peperangan ini, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi membangun monumen Puputan Bayu di pintu masuk Desa Bayu. Monumen ini hanya berjarak lima kilometer dari lokasi Puputan Bayu.

Lokasi pertempuran yang dikenal dengan nama Rowo Bayu ini menjadi tujuan wisata alam karena pemandangan yang menarik dan suasananya yang tenang dan damai. Pemeluk Hindu di Banyuwangi dan Bali menjadikan Rowo Bayu sebagai tempat bersuci maupun semedi dan sembahyang

Selain itu, di kawasan Rowo Bayu banyak mengalir mata air (sendang) yang semua alirannya mengalir menjadi satu ke danau (Rowo Bayu). Bahkan, beberapa mata airnya diyakini memiliki khasiat bagi yang meminumnya. Salah satunya, bikin awet muda.

 

 


(TOM)

Berita Terkait