Tim TGIPF Sebut Autopsi Penting untuk Mengungkap Kematian Korban Tragedi Kanjuruhan

 Deputi V Bidang Keamanan dan Ketentraman Masyarakat Kemenkopolhukam, Armed Wijaya (Foto / Metro TV) Deputi V Bidang Keamanan dan Ketentraman Masyarakat Kemenkopolhukam, Armed Wijaya (Foto / Metro TV)

MALANG : Deputi V Bidang Keamanan dan Ketentraman Masyarakat Kemenkopolhukam, Armed Wijaya menyebut autopsi penting dilakukan untuk mengungkap penyebab kemataian 133 korban Tragedi Kanjuruhan. Apalagi isu yang berkembang, korban meninggal karena gas air mata.

"Autopsi berguna untuk dua hal. Pertama untuk kelancaran proses penyidikan dan kedua meredam isu yang berkembang di masyarakat, bahwa kematian korban disebabkan oleh apa," katanya, Kamis 20 Oktober 2022.  

Menurutnya, salah satu rekomendasi yang dikeluarkan TGIPF dengan melakukan autopsi itu. Pasalnya dengan pengambilan autopsi ini bisa mengungkap penyidikan ke tersangka.

"Ya itu adalah salah satu rekomendasi TGIPF kepada Polda. Tentunya dari tim juga memberikan pengertian ke keluarga iya. Kalau bisa dilakukan autopsi itu lebih baik. Bagi perbaikan persepakbolaan maupun proses dari penyidikan terhadap para tersangka," tuturnya.

baca juga : Ramai Dugaan Intimidasi Pembatalan Otopsi, TGIPF Temui Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan

Permohonan autopsi sebenarnya diajukan oleh pihak penyidik demi mencari fakta yang ada, sebagaimana diatur dalam Pasal 134 KUHAP. Tetapi proses autopsi itu juga harus atas persetujuan keluarga korban.

"Sesuai Pasal 134 KUHAP bila diperlukan dan penting sekali bisa dilakukan, tapi harus meminta persetujuan pihak keluarga. Kalau keluarganya keberatan diupayakan memberikan pengertian, kalau tidak juga ya tidak dilakukan autopsi," tuturnya.

Armed menjelaskan, bahwa kepentingan autopsi menjadi hak utama keluarga sehingga harus dikomunikasikan, termasuk bagaimana mekanismenya saat autopsi juga perlu dijelaskan ke keluarga. Dia menegaskan, bahwa pelaksanaan autopsi harus dilaksanakan sesegera mungkin sebelum kasus itu dinyatakan P21 dan berkasnya diserahkan ke jaksa penuntut umum.

"Kalau sudah P21 sudah nggak bisa," katanya.

 


(ADI)