SURABAYA : Sidang sidang perkara dugaan penipuan proyek pembangunan infrastruktur pertambangan yang melibatkan Christian Halim sebagai terdakwa kembali digelar di ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis 18 Maret 2021.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menghadirkan empat saksi. Mereka yaitu, Ilham Erlangga (Direktur Operasional PT Cakra Inti Mineral (CIM), Wisnu (Kepala Teknik tambang), Fahri dan Mario (keduanya pengawas proyek).
Pada sidang kali ini, tidak banyak keterangan yang diperdengarkan dari saksi Ilham, mengingat ini kali ketiga ia diperiksa dalam sidang. Kedatangan Ilham hanya menyerahkan bukti asli bukti setoran uang jaminan tambang yang lazimnya diberikan para kontraktor sebelum ia mengerjakan pekerjaan pertambangan di lahan milik Mohammad Gentha Putra, selaku pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP), sekaligus Dirut PT CIM.
Penyerahan bukti dokumen asli tersebut, sebelumnya sempat diragukan oleh pihak tim penasehat hukum terdakwa, namun Ilham mematahkan keraguan tersebut. Sedangkan tiga saksi lainnya, keterangannya cenderung memojokkan posisi terdakwa. Ketiganya mengatakan bahwa pekerjaan infrastruktur maupun pertambangan yang dikerjakan terdakwa baik secara kualitas maupun kuantitasnya di bawah standar.
“Hasil tembang biji nikel yang dihasilkan terdakwa kadarnya hanya 1,6 persen dibawah standar jual yang umunya 1,8 persen. Kuantitas jumlahnya pun dibawah target yang dijanjikan. Sebelumnya saya diberitahu oleh pimpinan bahwa target yang harus dicapai yaitu 100.000 metrik/ton perbulan. Sedangkan hasil tambang yang diperoleh terdakwa jauh dibawahnya, sekira 16.000 metrik/ton dengan pengerjaan kurun waktu beberapa bulan,” terang saksi Wisnu.
Terkait pembangunan infrastruktur berupa Jetty (dermaga khusus untuk sandar tongkang), menurut saksi, apabila sesuai norma regulasi, seharusnya Jetty dibangun sepanjang 125 meter, dengan lebar 14 meter dengan kedalaman 6 meter dibawah permukaan air serta tinggi 1 meter dari atas permukaan air.
“Jetty yang seharusnya berbentuk huruf ‘T’ namun dibangun terdakwa masih berbentuk huruf ‘I’. Itupun panjanganya masih 100 meter. Dan bagian kiri kanan nya tidak ada saluran pembuangan air, tidak ada kolam sedimen penahan lumpur. Sedangkan material yang digunakan sedikit menggunakan batu, seharusnya untuk pembangunan Jetty ini, acuannya adalah aturan teknik civil,” beber saksi.
Sedangkan saksi Fahri dan Mario, mengatakan pembangunan infrastruktur lain yang dibangun terdakwa pun belum layak.
“Hingga bangunan mess pun tidak ada ventilasi nya sama sekali, akhirnya pekerjaan-pekerjaan itu disempurnakan oleh PT Trinusa Dharma Utama (TDU) sendiri,” ujar Mario.
Saksi juga mengambarkan kondisi saat ini dilahan pertambangan.
“Kegiatan pengalian saat ini sudah lancar dan hasilnya pun optimal baik secara kualitas dan kuantitas,” beber saksi.
Ditanya majelis hakim, apa penyebab ada perbandingan yang signifikan terkait kualitas dan kuantitas hasil tambang, kendati kegiatan pengalian dilakukan pada lahan yang sama?.
Menurut saksi, hal itu berdasarkan bagaimana teknis penggalian yang ditempuh.
“Dalam kegiatan eksplorasi, kontraktor yang sekarang menggunakan ahli, tidak seperti sebelumnya,” imbuh saksi.
Saat dikonfrontir keterangan para saksi, terdakwa mengatakan bahwa sebelumnya pihaknya tidak pernah ditegur oleh saksi Wisnu selaku pengawas dan saat itu dirinya tidak mengerti desk job saksi Fahri dan Mario.
“Saya merasa tidak pernah ditegur secara konkret oleh saksi Wisnu terkait hasil pekerjaan saya. Dan ketinggian Jetty pun sudah melebihi 1 meter diatas permukaan air, seperti yang tim penasehat hukum saya tunjukan di sidang,” sangkal terdakwa.
Seperti yang tertuang dalam dakwaan, terdakwa Christian Halim menyanggupi melakukan pekerjaan penambangan bijih nikel yang berlokasi di Desa Ganda-Ganda Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah.
Kepada pelapor Christeven Mergonoto (pemodal) dan saksi Pangestu Hari Kosasih, terdakwa menjanjikan untuk menghasilkan tambang nikel 100.000 matrik/ton setiap bulannya dengan catatan harus dibangun infrastruktur yang membutuhkan dana sekitar Rp20,5 miliar.
Terdakwa mengaku sebagai keluarga dari Hance Wongkar kontraktor alat berat di Sulawesi Tengah yang akan membantu menyediakan alat berat apabila penambangan berjalan. Padahal, belakangan diketahui terdakwa tidak memiliki hubungan dengan orang tersebut.
Berdasarkan janji dan pengakuannya itu, Christeven Mergonoto dan saksi Pangestu Hari Kosasih akhirnya tergiur menunjuk terdakwa untuk menggarap lahan milik Gentha.
Uang permintaan terdakwa, oleh pelapor ditranfer sebanyak 9 tahap. Ditengah proses kerjasama, pelapor mendapati hal yang mencurigakan terkait gelagat dan hasil kerja terdakwa. Terlebih ketika terdakwa kembali mengajukan penambahan anggaran, dari Rp20,5 miliar menjadi Rp29,5 miliar kepada pelapor.
Alhasil, setelah dicek progres kerjanya, terdakwa tidak sanggup memenuhi janjinya. Hasil penambangan sampai bulan Februari 2020 jauh dari yang diperjanjikan oleh terdakwa mencapai 100.000 matrik/ton per bulan karena kenyataannya dari bulan Oktober 2019 sampai dengan bulan Februari 2020 hanya menghasilkan bijih nikel sebanyak 17.000 matrik/ton yang seharusnya mencapai 400.000 matrik/ton.
Bahkan menurut perhitungan ahli Teknik Sipil Struktur ITS Ir Mudji Irmawan Arkani, berdasarkan hasil pemeriksaan fisik konstruksi terdapat selisih anggaran sebesar Rp9,3 miliar terhadap hasil proyek yang dikerjakan terdakwa.
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat pasal 378 KUHPidana dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sidang dilanjutkan Senin 23 Maret 2021. Masih dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan.
(ADI)