SURABAYA : Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Pengesahan ini dilakukan dalam sidang paripurna di DPRD Jatim Senin 21 Maret 2022. Pemprov Jatim sebelumnya telah memiliki Perda Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pelayanan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri. Aturan itu dibentuk berpedoman pada UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri.
Namun, karena dianggap perlu penyesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang lebih baru, maka DPRD Provinsi Jatim berinisiatif mengusulkan raperda ini. Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, dalam Raperda tentang Pelaksanaan Perlindungan PMI ini terdapat tiga hal yang hendak dicapai. Pertama, terjaminnya pemenuhan hak PMI dan keluarganya sebelum dan setelah bekerja. Kedua yaitu terjaminnya ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta anggaran. Ketiga, memperkuat kelembagaan penyelenggaraan perlindungan PMI.
"Alhamdulillah Raperda tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) resmi disahkan. Ini menjadi bentuk komitmen kita bersama bahwa kita memberikan perlindungan para pekerja migran kita dari hulu ke hilir. Bahkan bukan hanya perlindungan bagi PMI-nya saja, melainkan juga keluarganya," ujarnya.
Khofifah menambahkan, untuk mewujudkan tiga hal tersebut, di dalam Raperda Perlindungan PMI ini memuat beberapa ketentuan yang belum diatur dalam Perda sebelumnya yakni Perda Nomor 4 Tahun 2016. Beberapa ketentuan tersebut yakni, pembinaan oleh Pemprov Jatim yang tidak hanya dilakukan terhadap calon PMI dan PMI tetapi juga pada keluarganya, melalui pembinaan manajemen ekonomi dan sosial. Hal ini dilakukan agar keluarga PMI dapat meningkatkan kesejahteraan selama dan sepulang PMI dari bekerja di luar negeri.
"Hak ini sekaligus sebagai implementasi konvensi ILO 1990 yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017," ujarnya.
Baca juga : Resmi Beroperasi, Pedagang Mulai Tempati Pasar Turi
Selain itu, dalam Raperda ini juga diatur mengenai ketentuan dimana sebelum berangkat ke luar negeri, calon PMI harus memiliki kapasitas diri melalui pendidikan dan pelatihan kerja bersertifikat. Baik dari lembaga yang diselenggarakan oleh lembaga di tingkat provinsi, kabupaten dan kota maupun lembaga swasta yang terakreditasi dan berbadan hukum.
"Calon PMI juga harus paham betul mengenai informasi pasar kerja, tata cara penempatan, dan kondisi kerja di luar negeri. Serta yang terpenting adalah setiap calon PMI harus memiliki dokumen sebagai syarat penempatan pada negara tujuan," kata Khofifah.
Khofifah mengatakan, dalam raperda satu ini juga diatur ketentuan mengenai fasilitasi pemulangan PMI ke daerah asal. Selain itu fasilitasi penyelesaian permasalahan PMI dalam beberapa hal, seperti meninggal dunia, sakit dan cacat, kecelakaan, tindak kekerasan fisik atau seksual, hilangnya akal bud, penipuan dan pemutusan hubungan kerja dan hak lain yang belum diterima oleh PMI. Nantinya, lanjut Khofifah, dengan disetujuinya raperda ini, keberadaan Layanan Terpadu Satu Atap Pekerja Migran Indonesia (LTSA-PMI) di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota harus dilakukan. Hal ini sebagai upaya dalam perbaikan tata laksana serta pelatihan dan perlindungan PMI.
"Ini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah baik tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota, dengan harapan optimalisasi LTSA-PMI mampu sebagai kanalisasi seluruh proses migrasi yang benar-benar prosedural, terdokumentasi dan mengedukasi masyarakat lebih aware terhadap masalah risikonya," ujarnya.
Untuk itu, Khofifah menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi antarberbagai pihak, elemen strategis baik antar OPD. Hal ini untuk menghapus ego sektoral dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Selain itu, dia berharap nantinya perda ini dapat diikuti dengan adanya perda di kab/kota yang warganya ada yang menjadi PMI.
“Kami berharap apa yang tertuang dalam raperda ini nantinya benar-benar dapat diimplementasikan oleh kita semua, utamanya stakeholder yang berhubungan langsung dengan penyelenggaraan perlindungan PMI," katanya.
(ADI)