Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Surabaya, Suryanto, menyatakan bahwa RUU Penyiaran mengandung sejumlah ketentuan yang bisa digunakan untuk mengontrol serta menghambat kerja jurnalistik.
"Beberapa pasal, bahkan mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu. Ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi yang telah kita perjuangkan bersama," ujar Suryanto dikutip dari Antara, Selasa, 28 Mei 2024.
Lebih lanjut, pasal-pasal bermasalah dalam revisi tersebut memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengatur konten media, yang bisa mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pihak-pihak berkepentingan, seperti termuat pada draf pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf c, dan pasal 42 ayat 2.
Suryanto menjelaskan bahwa ancaman pidana bagi jurnalis yang dianggap membuat pemberitaan kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi wartawan.
"Untuk itu kami menuntut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI segera menghentikan pembahasan Revisi Undang-undang Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah ini. Serta harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi," ujarnya.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Eben Haezer Panca, mengatakan bahwa dalam RUU Penyiaran tersebut independensi media bisa terancam. "Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf pasal 51E," ucapnya.
Selain itu, munculnya pasal-pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi menghilangkan lapangan kerja bagi pekerja kreatif seperti tim konten YouTube, podcaster, dan pegiat media sosial.
"Kami menuntut dan menyerukan memastikan bahwa setiap regulasi yang dibuat harus sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan pers. Menyerukan agar seluruh insan pers, pekerja kreatif dan pegiat media sosial di Surabaya khususnya, untuk turut serta menolak RUU Penyiaran ini. Kami percaya bahwa kebebasan pers dan kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang harus dijaga dan dilindungi," ujarnya.
Oleh karena itu, Kompres akan terus mengawal proses legislasi ini. "Kami akan terus mengawal proses legislasi ini dan siap melakukan aksi massa lanjutan jika tuntutan kami tidak dipenuhi," tuturnya.
Anggota Koalisi Masyarakat dan Pers (Kompres) yang menolak RUU Penyiaran di Surabaya terdiri atas Pewarta Foto Indonesia (PFI) Surabaya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Jatim, KontraS Surabaya, LBH Lentera, LBH Surabaya, Aksi Kamisan Surabaya, PPMI DK Surabaya, dan Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA).
(SUR)