MALANG: Dihempas berbagai masalah, mulai pandemi covid-19 hingga harga kedelai tidak membuat perajin keripik tempe rontok. Namun saat harga minyak goreng melonjak, mereka terpaksa menyerah.
Aroma harum dari penggorengan keripik tempe yang khas seakan menghilang di sentra industri tempe dan keripik tempe Sanan, Kota Malang, Jawa Timur. Perajin keripik tempe di lokasi ini memilih menghentikan produksi ketimbang harus merugi.
Laili Afida misalnya. Ia kini menutup toko dan tempat produksi keripik tempe miliknya di kawasan Sanan. Dapur penggorengan keripik tempe miliknya tidak lagi mengepul sejak harga minyak goreng menembus Rp 25 ribu.
Empat pekerja pun dirumahkan. Reni, Defit, Nita dan Udin terpaksa menganggur. Pekerja yang biasanya bertugas mengiris tempe, menggoreng dan mengemas keripik di usaha keripik tempe Kiky itu harus menerima kenyataan kehilangan pendapatan Rp50 ribu per hari.
BACA: HET Minyak Goreng Dihapus, Pedagang Kecil di Malang Terancam Gulung Tikar
"Perajin keripik tempe tidak produksi. Harga minyak goreng mahal," ujar Laili Afida kepada Media Grup, Senin 21 Maret 2022.
Laili yang juga menjabat bendahara Pokdarwis Sanan mengungkapkan sebanyak 630 pelaku UMKM tempe di Sanan, sudah lama geram lantaran harga minyak goreng terus melonjak. Tetapi, mereka tak berdaya. Bahkan, jenis curah yang konon bersubsidi dijual seharga Rp14.000 per liter langka di pasaran.
"Dampak covid-19 menurunkan produksi dari 300 bungkus keripik menjadi 250 bungkus per hari. Sekarang, usaha tutup karena mahalnya harga minyak goreng," imbuhnya.
Melonjaknya harga bukan saja pada minyak goreng yang membuat pelaku usaha keripik tempe kelabakan. Kenaikan harga bahan baku lainnya juga membuat para perajin kelimpungan. Harga plastik untuk bungkus atau kemasan Rp40.000 per kg dari sebelumnya Rp36.500 per kg. Harga tepung kanji Rp11.000 per kg semula Rp9.000 per kg. Harga tempe bahan baku keripik Rp22.000 per lonjor dari sebelumnya Rp17.500 per lonjor.
Bahkan, harga kedelai melonjak terus dari Rp7.000 per kg, kini menyentuh Rp12.000 per kg. Kondisi ini tentu memberatkan perajin tempe.
"Saya hanya melayani pesanan, itu pun bila harganya bersedia dinaikkan. Satu bal keripik 3 kg yang semula Rp120.000, sekarang Rp135.000 atau naik Rp5.000 per kg," kata anggota paguyuban tempe dan keripik tempe tersebut.
Laili menyatakan pelanggan dari Surabaya, Tulungagung dan Jombang. Keripik kemasan kecil biasanya dijual Rp5.000 per bungkus, kini naik Rp7.000 per bungkus.
Sedangkan, Sentot, perajin keripik merek Deny, mengaku sudah mengurangi produksi. "Saya mengurangi produksi keripik semula 100 kg per hari menjadi 40 kg per hari. Itu pun bila ada pesanan," ujarnya.
Produksi terbatas dilakukan dengan harga keripik dinaikkan semula Rp8.500 per kg menjadi Rp9.000 per kg. "Minyak goreng curah subsidi dihargai Rp14.000 per liter itu kenyataannya barang tidak ada di pasar," ungkap Sentot.
Sentot menjelaskan perajin sudah melakukan berbagai cara guna menekan biaya produksi sampai mentok akhirnya mereka menyerah sehingga memilih berhenti produksi.
Di sisi lain, pemerintah bukannya tak berbuat. Operasi pasar sempat menyentuh warga di sekitar Sanan Malang. Sutiaji pun berupaya akan meminta pemerintah pusat memberikan subsidi lagi untuk lebih membangkitkan UMKM.
Bulog Cabang Malang juga sempat menggelar OP. Sebanyak 18.000 liter minyak goreng digelontorkan ke masyarakat pada Februari lalu seharga Rp14.000 per liter. Tapi upaya itu tak mampu menekan harga. Bulog pun sudah meminta tambahan 30 ribu liter minyak goreng ke distributor. Namun, barangnya belum datang.
"Rencananya tambahan pengadaan untuk operasi pasar awal Ramadan," tutur Kepala Perum Bulog Cabang Malang Supriyono.
Sampai kini, minyak goreng murah alias bersubsidi tak mempan menekan lonjakan harga. Akhirnya, perajin tempe kelimpungan, mereka pun terpaksa berhenti produksi.
(TOM)