Korupsi Dana Desa, Kades di Mojokerto Dijebloskan ke Rutan Kejati Jawa Timur

Tersangka Sugianto dikeler petugas ke Rutan Kejati Jatim (Foto / Istimewa) Tersangka Sugianto dikeler petugas ke Rutan Kejati Jatim (Foto / Istimewa)

MOJOKERTO : Kepala Desa (Kades) Lolawang di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto dijebloskan ke tahanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur. Tersangka Sugianto dilakukan penahanan atas kasus tindak pidana korupsi APBDes Rp1.020.787.900 tahun 2021 dan 2022. Sugiarto dijemput paksa untuk menjalani pemeriksaan hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.

"Upaya paksa dilakukan oleh Tim Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto setelah tiga panggilan yang dilayangkan tak diindahkan tersangka," kata Kepala Seksi (Kasi) Intel, Kejari Kabupaten Mojokerto, Lilik Dwi Prasetio, Kamis 13 April 2023.

Tim melakukan upaya paksa terhadap tersangka di Balai Desa Lolawang. Usai diamankan, tersangka langsung dibawa ke lantai II Kantor Kejari Kabupaten Mojokerto untuk dilakukan pemeriksaan. Sementara tim lain melakukan penggeledahan di rumah tersangka dan kerabat tersangka.

Dari sejumlah tempat tersebut, tim menemukan beberapa barang bukti dan berupa dokumen dan surat yang kemudian dibawa ke Kantor Kejari Kabupaten Mojokerto. Setelah menjalani pemeriksaan dan dinyatakan sehat, sekira pukul 15.30 WIB dengan memakai rompi warna merah tersangka digiring ke mobil tahanan guna dibawa ke tahanan Kejati Jawa Timur.

baca juga : 118 Biduan dan Pemandu Lagu di Malang Tertipu Arisan Bodong hingga Rp4,4 Miliar

“Saudara S ditetapkan sebagai tersangka dengan memenuhi dua alat bukti yang cukup. Saudara S mulai hari ini kami lakukan penahanan 20 hari ke depan di Rutan Kejati Jatim untuk mempermudah posisi dan waktu persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya,” terang Lilik.

Dari pengakuan tersangka, uang tersebut digunakan untuk membayar hutang dan lain. Dalam tindak pidana korupsi, tegas Kasi Intel, pihaknya berupaya memulihkan kerugian negara dengan melakukan sita aset milik tersangka. Tim juga sempat melakukan penggeledahan di rumah dan rumah kerabat tersangka.

“Ada beberapa dokumen yang di sita. Alhamdulillah selama ini tidak ada perlawanan. Sesuai dengan aturan, kita sudah memanggil tiga kali dan memberikan kesempatan pada beliau sebagai saksi untuk memberikan keterangan tapi tidak digunakan dengan baik. Datang dua kali tapi tidak mau memberikan keterangan, tersangka dijerat Pasal 21 KUHAP,” pungkasnya.

Sementara itu tersangka mengaku penetapan tersangka dalam kasus ini merupakan rekayasa. “Tidak benar, ini politik. Terus terang tidak ada uang yang saya simpangkan. Ini harga diri bos, harga diri. Wong saya, meja kursi saja nggak punya kok. Kasus ini harus terungkap, nggak ada yang saya simpangkan,” ungkapnya sembari masuk ke dalam mobil tahanan Kejari Kabupaten Mojokerto dengan kawalan ketat Tim Penyidik Kejari Kabupaten Mojokerto.

Lalu, kuasa hukum tersangka, Tasfit Jauhari mengatakan, terkait temuan kerugian keuangan desa sebesar Rp1.020.787.900, menurut masih dalam proses pemeriksaan. “Saat ini masih saksi-saksi meskipun beliau ditetapkan sebagai tersangka tapi sampai ini belum ada pemeriksaan,” ujarnya.

Menurutnya, sampai saat ini kliennya belum ada pengakuan karena tidak melakukan atau menimbulkan kerugian keuangan desa. Surat penggilan versi Kejari Kabupaten Mojokerto sudah terkirim ke kliennya, namun kliennya tidak menerima.

“Menurut administrasi Kejaksaan sudah ada pemanggilan, suratnya sudah dikirim tapi tidak ada tanda terima. Sampai hari ini, ini pertama kali kita hadir jadi belum kita dalami. Jika memungkinkan, jika ada penetapan tersangka maka ada upaya hukum. Gugatan praperadilan atau upaya lain,” tegasnya.

Sekedar diketahui akibat perbuatan tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan desa tahun 2021 dan tahun 2022 kurang lebih Rp1.020.787.900. Yang terbagi pada tahun 2020 sebesar Rp413 juta dan tahun 2021 sebesar Rp607.787.000. Seperti penyertaan modal BUMDes senilai Rp198.413.000, gerak cepat relawan lawan Covid-19 tingkat desa Rp26 juta dan lainnya.

Modus yang dilakukan tersangka dengan cara tidak ada laporan pertanggungjawaban terhadap beberapa kegiatan belanja desa, pelaksanaan belanja desa tidak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlalu, beberapa kegiatan belanja desa fiktif, beberapa kegiatan belanja desa dikerjakan tidak sesuai dengan tahun anggaran tanpa melalui prosedur administrasi keuangan pemerintahan.


(ADI)

Berita Terkait