Jakarta: Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia diduga melakukan tindak korupsi pemotongan insentif pegawai pada Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.
"KPK belum dapat menyampaikan spesifik identitas lengkap pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, peran dan sangkaan pasalnya hingga nanti ketika kecukupan alat bukti selesai dipenuhi semua oleh tim penyidik. Namun kami mengonfirmasi atas pertanyaan media bahwa betul yang bersangkutan menjabat bupati di Kabupaten Sidoarjo periode 2021-sekarang," ucap Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dikutip dari Antara, Selasa, 16 April 2024.
Ali menjelaskan penetapan tersangka tersebut diputuskan berdasarkan analisa dari keterangan para pihak yang telah diperiksa sebagai saksi termasuk keterangan para tersangka beserta berbagai alat bukti.
Tim penyidik KPK menemukan peran dan keterlibatan pihak lain yang juga ikut terlibat dalam terjadinya dugaan korupsi yang berupa pemotongan dan penerimaan uang di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.
"Dengan temuan tersebut, dari gelar perkara yang dilakukan kemudian disepakati adanya pihak yang dapat turut dipertanggungjawabkan di depan hukum karena diduga menikmati adanya aliran sejumlah uang," ucap Ali.
Ali belum dapat memberikan keterangan lebih lanjut karena proses penyidikan yang masih berjalan. Namun, ia memastikan untuk tetap memberikan perkembangan soal perkara ini kepada publik secara bertahap.
Sebelumnya, KPK pada 29 Januari 2024 menahan dan menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Siska Wati (SW) sebagai tersangka dengan kasus dugaan yang sama. Selanjutnya, Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Ari Suryono (AS) juga ditahan dan ditetapkan atas kasus yang sama pula pada 23 Februari 2024.
Konstruksi perkara tersebut diduga dimulai saat BPPD Kabupaten Sidoarjo berhasil meraih target pendapatan pajak pada tahun 2023. Dengan itu, Bupati Sidoarjo kemudian menerbitkan Surat Keputusan untuk pemberian insentif kepada pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.
Dengan keputusan tersebut, AS memberikan perintah kepada SW untuk menghitung besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD dan juga besaran potongan dari dana insentif tersebut yang kemudian ditujukan untuk kebutuhan AS dan bupati. Besaran potongan tersebut adalah 10-30% sesuai dengan besaran insentif yang diterima.
AS juga memerintahkan SW agar teknis penyerahan uang dilakukan secara tunai yang dikoordinir oleh setiap bendahara yang terdapat di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat. Ia juga diketahui aktif melakukan koordinasi dan komunikasi soal distribusi pemberian potongan dana insentif pada bupati melalui orang-orang yang dipercayai oleh bupati sebagai perantara.
Pada 2023, SW diketahui mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN hingga mencapai Rp2,7 miliar. Tim penyidik KPK juga kini tengah mendalami aliran dana dalam hal ini.
Atas perbuatannya, AS disangkakan melanggar. Tersangka SW dijerat dengan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 20019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
(SUR)