"Ada 3 tahun, itu mengalami (kasus) pencabulan. (korban) Seputaran SD sampai SMP," katanya, Jumat 17 Desember 2021.
Menurut Ida salah satu faktor penyebab kekerasan pada anak-anak bukan karena ekonomi belaka. Melainkan, bisa pula terjadi karena pola asuh. Maka dari itu, ia ingin agar para orangtua harus memberikan pengawasan pada anak mereka masing-masing. Ia berharap, para wali murid atau orangtua untuk lebih menasihati dan mencari solusi apabila buah hati berbuat salah.
"Bukannya untuk dibentak dan menjadi bahan pelampiasan amarah," terangnya.
Sedangkan untuk mengantisipasinya, DP5A terus berupaya untuk melakukan beragam langkah antisipatif. Salah satu upaya yang tengah digencarkan adalah membentuk dan menerjunkan tim khusus yang terdiri dari belasan anggota. Tercatat, ada 18 personel yang merupakan lulusan psikologi.
Baca Juga : https://www.clicks.id/read/6eRQ7E-muncul-isu-sk-cabang-palsu-jelang-muktamar-nu-begini-respon-gus-ipul
Ida menuturkan, tim itu dikhususkan untuk menangani permasalahan itu. Salah satunya dengan melakukan pendampingan kepada korban untuk menguatkan dan memperbaiki sisi psikologis. "Banyak yang sudah kita lakukan (antisipasi)," kata Ida.
Ida mengungkapkan, untuk memaksimalkan beragam langkah antisipatif untuk penanganan psikologis para korban, timnya langsung turun ke rumah para korban. Namun, apabila kunjungan atau 'home service' itu dirasa kurang maksimal, bakal diberikan rujukan.
"Akan kita rujuk ke psikolog profesional (Apabila korban tidak tertangani dalam kunjungan) itu jejaring kita," tuturnya.
Ida menjelaskan, upaya itu pula lah yang kudu diberikan di lingkungan sekolah dan khalayak. Terlebih, bagi calon pengantin yang bakal menikah serta hendak menanti buah hati.
"Kondisi lingkungan (setelah menjalani pernikahan) bisa berbeda," ujarnya.
Ia berharap, kasus kekerasan pada anak dan perempuan di kota pahlawan bisa kian ditekan atau berkurang. Bahkan, menjadi kota yang nihil kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) maupun kejahatan seksual lainnya.
(ADI)