JOMBANG: Banyak kegiatan positif yang bisa dilakukan sambil menunggu berbuka puasa atau ngabuburit. Di Pondok Pesantren Tahfidz Mambaul Ma’arif, di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, para santri memilih ngabuburit dengan belajar ilmu tafsir Kitab Kuning atau biasa disebut 'Arab Gundul'
Para santri penghafal Al-Quran ini belajar 'Arab Gundul' untuk bisa menyelami setiap makna yang ada dalam kitab suci Umat Islam. Mengaji kitab kuning atau tafsir Al-Quran sudah menjadi tradisi tersendiri bagi kalangan santri di Pondok Pesantren Mambaul Ma'arif Denanyar. Bahkan santri juga belajar membedah seluruh Tafsir Al-quran setiap siang hingga sore hari menjelang berbuka puasa.
Pada ramadan kali ini, para santri secara khusus mempelajari kitab tafsir surah Yasin, salah satu surah yang ada di dalam kitab suci Al-Quran. Kitab tafsir yasin yang merupakan karangan Syekh Hamami Zadah yang lahir di abad ke-12 ini, diajarkan langsung para ustadz yang membimbing.
BACA: Resep Bakso Tahu Goreng, Cocok untuk Buka Puasa!
Memakai metode bandongan, ustadz membacakan satu persatu ayat dari surat yasin di kitab kuning tersebut kemudian menerjemahkan dan menerangkannya. Sementara para santri menyimak dan menyalin penafsiran tersebut ke kitabnya masing-masing dengan menggunakan huruf pego, atau penulisan arab secara memyamping dan tanpa harakat.
Para santri mengaku cukup senang dengan pengajian tafsir yang diberikan pada bulan ramadan. Pasalnya, para santri yang merupakan penghafal Al-Quran sangat butuh ilmu tafsir guna mengetahui seluruh makna yang ada di dalamnya.
“Jarang ada kitabnya, karena kita pondok tahfidz Al-Quran. Jadi selama Ramadan ini kita dipenuhi kitab kitan untuk memperluas pengetahuan, " ujar Nia Zahira, santriwati.
Pengajian kitab tafsir atau kitab kuning seperti ini, sudah menjadi kebiasaan para santri. Apalagi saat bulan Ramadan, pengajian tafsir justru bertambah baik sesudah shalat subuh, menjelang berbuka hinga setelah shalat tarawih.
Menurut salah satu Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif, Muhammad Jauharul Afif, belajar tkitab yang di baca ini termasuk kitab karangan para ulama Ahlusunnah Wal Jamaah. Harapannya, seluruh santri bisa punya wawasan ahlusunnah wal jamaah, mulai dari akidah sampai syariatnya sesuai dengan tuntunan nabi besar muhamad.
“Kalau Ramadan kita berikan porsi yang 50% - 50%. Siang sama sore sepereti ini kita gunakan untuk ngaji kitab. Kita berharap santri ketika keluar itu secara aqidah secara pemikiran, tidak keluar dari Alhulsunnah Wal Jamaah. Karena banyak sekali anak-anak di didik yang memang tempatnya bukan Haluan Aswaja akhirnya malah radikal menjadi teroris. Justru tradisi yang dilakukan oleh orang tuanya malah ditentang, ” ujarnya. (end)
(TOM)